Rabu, 23 Oktober 2013

GASTROENTERITIS



Oleh : Ns. Liana Sriulina Br S, S.Kep

            GASTROENTERITIS

A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.      DEFENISI
Gastroenteritis (GE) adalah buang air besar lebih dari 4x pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lendir saja ( Ngastiyah, 2005).

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekwensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk tinja yang encer atau cair ( Suriadi, 2001).
Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri yang bermacam-macam,virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong, 2004).
2.      ETIOLOGI
                Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
                a. Faktor infeksi:
1.    Bakteri; enteropathogenic escherichia coli, salmonella, shigella, yersinis
     enterocolitica, campylobacter.
2.    Virus; enterovirus-echoviruses, adenovirus, human retrovirus seperti agent
     rota virus, astrovirus.
3.    Jamur; candida enteritis.
4.    Parasit: cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, srongyloides), protozoa   
      (entamoebahystolityca, giardialamblia).
5.    Infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
               b.  Faktor malabsorbsi
1.    Malobsorbsi karbohidrat : disakarida (intolerensi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering intoleransi laktosa,
2.    Malabsrobsi lemak.
3.    Malabsorbsi protein.
c.    Terapi obat : antibiotic, kemoterapi, antacid, dll.
                 d.  Faktor makanan
 - Intoksikasi makanan: makanan beracun atau mengandung logam berat,  
   makanan mengandung bakteri atau toksin
 - Alergi : susu sapi, makanan tertentu
     e.  Faktor fsikologis
       Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih  
          besar).

3.      MANIFESTASI KLINIK
a. Frekuensi BAB >3 kali sehari
b. Feses kadang disertai lendir atau darah
c. Nafsu makan menurun
d. Malaise
e. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria)
f. Turgor kulit menurun
g. Membran mukosa kering
h. Bising usus meningkat
i. Kram abdomen
j. Adanya tenesmus
k. Penurunan BB
l. Nadi dan pernafasan cepat



4.      ANATOMI  FISIOLOGI
Setiap sel-sel dalam tubuh kita memerlukan adanya suplai makanan yang terus menerus untuk dapat bertahan hidup terus. Makanan tersebut akan memberikan energi, membangun jaringan-jaringan baru, mengganti jaringan-jaringan yang tua atau rusak dan memegang peranan utama dalam pertumbuhan. Fungsi utama Sistem Gastrointestinal ialah menyediakan suplai yang berkesinambungan untuk tubuh seperti air, elektrolit, zat gizi dan lain sebagainya. Sebelum zat-zat air, elektrolit, zat gizi ini diperoleh tubuh makanan yang kita makan harus berjalan atau digerakkan sepanjang saluran pencernaan dengan kecepatan yang sesuai agar dapat berlangung fungsi pencernaan dan absorbsi.

Tractus Gastrointestinal merupakan sebuah saluran makanan yang panjang terbentang mulai dari mulut sampai dubur. Dalam keseluruhan dinding Tractus Gastrointestinal terdiri dari empat lapisan dinding, yaitu : tunico mukosa (lapisan terdalam yang merupakan lapisan terdalam dan didalam tunico mukosa terdapat enzim yang membantu proses makanan secara kimiawi). tunico submukosa merupakan lapisan jaringan ikat longgar yang banyak mengandung pembuluh darah, tunica muskularis (merupakan dua lapisan otot : lapisan otot sirkuler dan lapisan otot logitudinal), tunica serosa / tunica adventitia merupakan lapisan terluar dan sangat tipis.
1.    Mulut >> Mulut (OS) dan rongga mulut merupakan bagian permulaan tractus Gastrointestinal. Cavum Oris, mempunyai batas-batas : sebelah depan (rima oris), belakang (istmus favcium), dinding samping bibir dan pipi, batas atas (maxila) terdiri dari palatum mole dan palatum durum.
Dasar rongga mulut terdiri dari mandibula (rahang bawah), lidah, regio submandibularis. Didalam mulut terdapat lidah yang merupakan organ otot yang dilapisi mukosa, merupakan alat bantu pada proses mengunyah (mastikasi), menelan (deglution) bicara (spech) dan pengecap, kemudian terdapat kelenjar air utama yaitu : glandula parotis, glandula sublingualis, glandula submaksilaris. Selain lidah terdapat pula gigi yang merupakan salah satu alat bantu sistem pencernaan karena berperan sebagai alat pengunyah dan bicara.
2.    Pharing >> Pharing atau tekak merupakan suatu saluran muskulo fibrosa, panjang kira-kira 12 cm, terbentang tegak lurus antara basis cranii (dasar tengorokan) yaitu setinggi vertebra cervikalis VI hingga kebawah setinggi tulang rawan cricoidea. Jadi pharing penting untuk lalunya bolus (makanan yang sedang dicerna mulut) dan lalunya udara.
3.    Esophagus >> Esophagus merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri dari jaringan otot yang terbentang mulai setinggi kartilago cricoidea dan bermuara pada lambung yang merupakan lanjutan lambung.
4.    Lambung >> Lambung yang merupakan bagian terlebar dari Tractus Gastrointestinal dan merupakan lanjutan dari esofagus, bentuknya seperti huruf “ J “ terletak dibagian atas agak kekiri sedikit pada rongga abdomen dibawah diafragma. Fungsi lambung sebagai pencernaan makanan secara mekanis dan kimiawi, sebagai bacterisid oleh asam lambung HCL dan membantu proses penyembuhan eritrosid.
5.    Usus Halus >> Usus halus merupakan lanjutan lambung terbentang mulai pylorus sampai muara ileocaecalis dan menempati bagian terbesar rongga abdomen terletak sebelah bawah lambung dan hati, panjang kurang lebih 7 meter. Usus halus dibagi menjadi :
o    Duodenum. Disebut juga usus dua belas jari. Panjang kira-kira 20 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Bagian kanan terdapat selaput lendir yaitu papila vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan yang banyak mengandung kelenjar yang berfungsi untuk memproduksi getah intestinum yang diebut kelenjar brunner.
o    Yeyenum dan Ileum. Panjangnya sekitar 6 cm. Lekukan Yeyenum dan Ileum merekat pada dinding abdomen posterior lipatan peritonium yang sikenal sebagai mesentrum. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan perantara lubang orifisium ileosinkalis. Dialam tunica propria (bagian alam tunica mukosa) terdapat jaringan-jaringan limfoid, noduli lymphatici yang ada sendiri-sendiri atau berkelompok. Sementara di ileum plicae cirkulares dan villi akan berkurang, sedangkan kelompok noduli lympathici akan menjadi banyak, tiap kelompok berkisar antara 20 noduli lympathici. Kumpulan kelompok ini disebut Plaque Payeri, yang menjadi tanda khas ileum. Fungsi dari usus halus antara lain menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna, menyerap protein dalam bentuk asam amino, menyerap karbohidrat dalam bentuk emulasi lemak.
6.    Usus Besar >> Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang tersusun seolah-olah seperti huruf “ U “ terbalik dan mengelilingi usus halus, panjangnya kurang lebih 140 cm terbentang dari valvula ileocaecalis sampai anus. Usus besar terdiri dari colon asendens, colon transversum, colon desenden dan sigmoideum. Fungsi usus besar adalah untuk absorbsi air untuk kemudian sisa masa membentuk masa yang semisolid (lembek) disebut feses.
7.    Anus >> Merupakan bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rektum dengan dunia luar, terletak didasar pelvis dindingnya diperkuat oleh tiga spinter yaitu :1)Spinter ani intermus, bekerja tidak menurut kehendak 2)Spinter levator ani, bekerja tidak menurut kehendak 3)Spinter ani ekstermus, bekerja menurut kehendak.











5.      PATOFISIOLOGI



PATOFLO+GEA
 
 

























6.      PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
                a.  Rehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan


      Hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat  
      dan  akurat, yaitu:
                           1) Jenis cairan yang akan digunakan
·      cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan meskipun jumlah kaliumnya lebih rendah dibandingkan dengan kadar kalium cairan tinja.
·       jika tidak tersedia RL, dapat diberikan cairan NaCl isotonik ditambah satu ampul Nabikarbonat 7,5% 50 ml pada setiap 1L infus NaCl isotonik.
·      pada keadaan diare akut awal yang ringan, dapat diberikan bubuk oralit sebagai usaha awal agar tidak terjadi dehidrasi.
                           2) Jumlah cairan yang akan diberikan:
·       pada prinsipnya jumlah cairan yang akan diberikan sesuai dengan
     jumlah  cairan yang keluar dari tubuh.
·      kehilangan cairan dari tubuh dapat dihitung dengan memakai rumus:
     - B.D. plasma dengan memakai rumus:
                                  Kebutuhan cairan: BD plasma-1,025 x BB x 4 ml
                                                                    0,001

   b.  Memberikan terapi simptomatik
            Pemberian terapi simptomatik harus berhati-hati dan perlu pertimbangan
            Karena lebih banyak kerugiannya daripada keuntungannya.
·      Pemberian anti motilitas seperti Loperamid perlu dipertimbangkan karena dapat memperburuk diare. Jika memang dibutuhkan karena pasien amat kesakitan diberikan dalam jangka pendek (1-2 hari saja) dengan jumlah sedikit.
·      Pemberian antiemetik seperti Metoklopropamid juga perlu diperhatikan karena dapat menimbulkan kejang pada anak dan remaja akibat rangsangan ekstrapiramidal.
·        Pada diare akut yang ringan kecuali rehidrasi peroral, bila tidak ada kontraindikasi dapat diberikan Bismuth subsalisilat maupun Loperamid dalam waktu singkat. Pada diare berat, obat-obat tersebut perlu dipertimbangkan dalam pemberian waktu yang singkat dan dikombinasikan dengan pemberian obat antimikrobial.
·        Pada penderita diare mungkin disertai dengan Lactose intolerance, oleh karena itu hindari makanan/ minuman yang mengandung susu sampai diare membaik dan hindari makanan yang pedas atau banyak mengandung lemak.
                c.   Memberikan terapi defenitif
                Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1.    Kolera eltor:
- Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 3 hari atau
- Kortimoksazol, dosis awal 2x3 tab, kemudian 2x2 tab selama 6 hari atau
- Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 7 hari atau gol. Fluoroquinolon
2.    S.aureus: Kloramfenikol 4x500 mg/ hari.
3.    Salmonellosis:
- Ampisilin 4x1g/ hari atau
- Kortimoksazol 2x2 tab atau
- Gol. Fluoroquinolon seperti Siprofloksasin 2x500 mg selama 3-5 hari
4. Shigellosis:
- Ampisilin 4x1g/ hari, selama 5 hari atau
- Kloramfenikol 4x500 mg/ hari, selama 5 hari
5. Helicobacter jejuni: injeksi Eritromisin 3x500 atau 4x500 mg/ hari selama 7  
     Hari.
6.  Amubiasis:
- Metronidazol 4x500 mg/ hari selama 3 hari atau
- Tinidazol dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau
- Secnidazole dosis tunggal 2 g/ hari selama 3 hari atau
- Tetrasiklin 4x500 mg/ hari, selama 10 hari
7.  Giardiasis:
- Quinacrine 3x100 mg/ hari selama 1 minggu atau
- Chloroquin 3x100 mg/ hari selama 5 hari atau
- Metronidazol 3x250 mg/ hari selama 7 hari
8.   Balantidiasis: Tetrasiklin 3x500 mg/ hari, selama 10 hari.
9.  Kandidosis: Nystatin 3x500.000 unit selama 10 hari.
10. Virus : simtomatik dan suportif

7.           PEMERIKSAAN PENUNJANG
.                  a. Pemeriksaan darah lengkap: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis leukosit.
                   b. Kadar elektrolit serum:  terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
                   c. Ureum dan kreatinin:  untuk mengetahui fungsi ginjal, untuk mengetahui  
                      adanya kekurangan cairan dan mineral tubuh.
                   d. Pemeriksaan tinja:  untuk melihat adanya leukosit dalam tinja yang
                       menunjukkan adanya infeksi bakteri, adanya telur cacing dan parasit.
                   e. Pemeriksaan ELISA:  mendeteksi giardiasis dan test serologic amebiasis.
                   f. Rektoskopi atau sigmoidoskopi: pada pasien yang toksik, pasien dengan diare
                       berdarah, pasien denga diare akut persisten.
 g.  Kolonoskopi: pada pasien AIDS yang mengalami diare, kolonoskopi di
     pertimbangkan karena kemungkinan penyebab infeksi atau limfoma di daerah
     kolon kanan.

8.      KOMPLIKASI
1.            Bakteremia
Spesies E.Coli Salmonella dan Shigella adalah semua organisme yang masuk ke aliran darah menyebabkan penyebaran organisme lain dan infeksi sistemik, pasien demam akut dengan diare perlu dilakukan kultur darah. Jika pada awal apusan terlihat organisme gram negative, diberikan terapi antibiotic.
2.            Syok
kontrol syok berhubungan dengan kebutuhan yang tepat dari pengkajian masukan dan keluaran dan penggantian cairan. Pada kejadian yang jarang, pasien dengan ketidakseimbangan cairan berat membutuhkan perawatan di unit intensif dengan pemantauan hemodinamik.
3.            Tubular nekrosis akut dan gagal ginjal pada dehidrasi yang      berkepanjangan. Perhatikan pengeluaran urin <30 2-3="" berturut-turut.="" jam="" ml="" p="" selama="">
4.         Artritis pasca infeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare  karena compylobakter, shigella, salmonella, atau yersiniaspp.
5.         Sindrom guillain-barre.
6.         Disritmia jantung berupa takikardia atrium dan ventrikel, fibralasi ventrikel dan kontraksi ventrikel premature akibat gangguan elektrolit terutama oleh karena hipokalemia.

9.      PROGNOSIS

Pada diare, harus cepat mendapat pertolongan untuk mencegah komplikasi. Bila komplikasi terjadi akan memperberat keaadaan pasien, namun bila segera tertolong pasien akan segera sembuh.

B.  TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
      1.  Pengkajian
a. Identitas klien
    Nama, umur, jenis kelamin, alamat, tempat tanggal lahir, nama orang tua,  
                pekerjaan dan pendidikan.
b. Riwayat kesehatan yang lalu
    Penyakit yang pernah diderita, apakah sebelumnya pernah menderita 
                gastroenteritis atau penyakit lain, kebiasaan hidup, riawayat alergi dan lain-lain.
c. Riwayat kesehatan saat sakit
    1). Keluhan utama: Keluhan yang sering ditemukan adalah BAB encer lebih
                     dari empat kali sehari, warna feses kuning kehijauan, hijau, bentuk mukoid
                     dan mengandung darah.
    2). Riwayat perjalanan penyakit: beberapa lama penyakit diderita, hal-hal yang
                      meringankan dan memperberat penyakit.
    3). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi keluhan.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan ibu
    Kehamilan dengan gawat janin, diabetes mellitus, malnutrisi, intrauteri, infeksi  
                intra-natal, persalinan dengan ada komplikasi, persalinan dengan tindakan
                karena ada komplikasi, penolong persalinan.
e. Riwayat penyakit keluarga
    Ada riwayat penyakit gastroenteritis
f. Riwayat alergi juga penting karena dapat juga menjadi indicator
    penyakit terutama obat.
g. Riwayat pemberian imunisasi
    Imunisasi lengkap atau tidak.
h. Pengkajian fisik
    1. Tanda-tanda vital: tekanan darah menurun akibat ketidakseimbangan cairan 
                    elektrolit, suhu meningkat, nadi cepat, lemah, respirasi meningkat akibat
                    asidosis metabolic.
    2. Keadaan penyakit
        Penyakit akut bila tidak segera ditangani dapat mengakibatkan dehidrasi
                    yang ditandai depresi fontanel anterior, mata cekung, turgor kulit buruk,
                    selaput lendir kering, tidak ada air mata bila menangis, sehingga klien dapat
                    jatuh kedalam syok hipovolemik dan dapat meyebabkan kematian.
    3. Keadaan umum klien
        Mula-mula jatuh pada dehidrasi ringan yang apabila tidak segera diatasi 
                    maka akan jatuh pada dehidrasi sedang dan berat, yang diawali kelemahan
                    fisik.
    4. Sistem integumen
        Eksoriasi bokong akibat tinja asam, turgor kulit baik dan bila jatuh pada
                    tahap dehidrasi berat maka turgor kulit buruk.
   5. Sistem hemotologi
       Hiponatremia atau hipernatremia akibat kekurangan natrium, hipokalemia
                   atau hiperkalemia akibat kekurangan kalium, asidosis metabolic.

   6. Sistem pernapasan
       Respiratori meningkat akibat adanya asidosis metabolic apabila jatuh pada  
                   dehidrasi berat.
   7. Sistem gastrointestinal
       Nyeri atau kram abdomen, dehidrasi abdomen, hiperperistaltik usus.
i.  Pola fungsi kesehatan
    Pola fungsi kesehatan dapat di kaji melalui pola Gordon dimana pendekatan ini 
                memungkinkan perawat untuk mengumpulkan data secara sistematis dengan
                cara mengevaluasi pola fungsi kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik
                 pada masalah khusus.
j.  Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
    Kaji persepsi keluarga terhadap kesehatan dan upaya-upaya keluarga untuk 
                mempertahankan kesehatan. Termasuk juga penyakit anak sekarang ini dan
                upaya yang diharapkan.
k. Pola nutrisi metabolik
    Kaji pola nutrisi anak dan bagaimana dengan pemberian ASI. Klien mengalami
                gangguan nafsu makan, mual, muntah dan diare.
l.  Pola eliminasi
    Kaji pola eliminasi feses dan urin, berapa frekuensinya dan bagaimana sifatnya, 
                BAB lebih empat kali sehari, BAK tak terkaji, berat jenis urine tinggi, oliguria.
m. Pola istirahat-tidur
    Gangguan tidur biasanya disebabkan oleh badan panas atau demam, BAB yang
                 sering.
n.  Pola kognitif perseptual
     Pola ini sulit dan tak bisa dikaji/dilakukan
o.  Pola peran hubungan
     Kaji siapa yang mengasuh bayi. Klien sering digendong karena rewel.
p.  Pola aktivitas dan latihan
     Kaji tingkat perkembangan atau tumbuh kembang sesuai dengan usia.
q.  Pola reproduksi
    Tidak bisa di kaji pada bayi, tapi dapat dilihat dari cara orang tua  
                memperlakukan anaknya sesuai dengan jenis kelamin (pakaian, alat
                permainan).
r.  Pola koping dan toleransi terhadap stress.
    Untuk mengkaji pola ini sulit karena bahasa untuk bayi tidak dimengerti
                (menangis).
s.  Pola keyakinan
     Kajian tentang pola keyakinan ini lebih banyak pada bagian bagaimana pola
                keyakinan orang tua klien.

2. Diagnosa keperawatan
     1.  Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses
                 yang sering dan kurangnya asupan cairan.
2.  Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses
     yang sering atau encer (Smeltzer dan Bare, 2002, hal.1094)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
    makanan tak adekuat.
4.    Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi ( Doenges, 2000, hal 426).
5.    Perubahan pola eliminasi Bab, diare berhubungan dengan proses infeksi pada saluran cerna.
6.    Perubahan ketidak nyamanan yang berhubungan dengan kram abdomen, diare, dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.

Intervensi:
1.      Risiko terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasase feses yang sering dan kurangnya asupan cairan.
Tujuan: volume cairan seimbang.
Kriteria hasil: - BAB tidak lebih dari satu kali perhari.
                       - Intake dan out put seimbang.
                       - Turgor kulit baik.
                       - Mata tidak cekung.
Intervensi:
a). Kaji adanya dehidrasi (penurunan turgor kulit, tacikardi, nadi lemah,
     penurunan natrium serum, haus).
     Rasional: keseimbangan cairan sulit di pertahankan selama episode akut.   
     Karena feses di dorong melalui usus terlalu cepat untuk memungkinkan
     absorbsi air; haluaran melebihi asupan
b). Mencatat intake dan output.
     Rasional: Mengetahui kesimbangan antara intake dan output klien dan   
     mengetahui banyak pergantian cairan yang di perlukan.
c). Timbang berat badan setiap hari.
      Rasional: sebagai indikasi dalam pemenuhan cairan dan nutrisi.
d). Berikan cairan parenteral sesuai indikasi.
     Rasional: memperbaiki kehilangan cairan.
(Smeltzer and Bare, 2002, hal 1095).

      2).  Risiko terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pasase feses yang
 sering atau encer.
Tujuan: menunjukkan waktu penyembuhan yang tepat tanpa konplikasi.
Kriteria evaluasi: menunjukkan prilaku orang tua untuk mempertahankan kulit halus, kenyal dan utuh.
Intervensi:
a). Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.
     Rasional: Area ini meningkat risikonya untuk kerusakan dan memerlukan
     pengobatan lebih intensif.
b). Gunakan krim kulit dua kali sehari dan setelah mandi.
      Rasional: melicinkan kulit dan menurunkan gatal.
c). Tekankan pentingnya masukan nutrisi atau cairan adekuat.
     Rasional: perbaiki nutrisi dan hidrasi akan memperbaiki kondisi kulit.
d). Dorong mandi dua hari satu kali, pengganti mandi tiap hari.
     Rasional: sering mandi menyebabkan kekeringan kulit.
     (Doenges, 2000, hal 434).

      3)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
            makanan tak adekuat.
           Tujuan: kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi .
           Kriteria hasil: dapat menghabiskan porsi makanan yang di hidangkan.
           Intervensi:
           a). Kaji dan catat masukan oral klien.
                Rasional: mengetahui perkembangan nafsu makan klien dan memantau
                peningkatan masukan oral.
           b). berikan klien makan dengan diet lunak, diet dengan porsi kecil tapi sering.
               Rasional: mencegah kekosongan lambung yang dapat mengiritasi lambung .
              (Doenges, 2000, hal 426).
      4)  Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan  
 berhubungan dengan kurang mengenal informasi tentang kondisi.
  Tujuan: keluarga memahami proses penyakit dan pengobatan.
  Kriteria hasil: - keluarga mengerti tentang penyakit dan pengobatan.
                         - keluarga berpartisipasi dalam pengobatan dan perawatan.
Intervensi:
a). Tentukan persepsi keluarga tentang proses penyakit.
      Rasional: mengetahui tingkat pengetahuan dasar tentang proses penyakit dan
      pengobatan.
b). Kaji ulang proses penyakit, penyebab yang menimbulkan gejala.
     Rasional: pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan keluarga
     untuk membuat keputusan tentang penyakitnya.
c). Kaji ulang obat, tujuan, frekwensi, dosis dan kemungkinan efek samping.
     Rasional: memungkinkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerja sama
      dalam program.
d). Tekankan pentingnya perawatan kulit seperti tehnik. Cuci tangan yang bersih   
      dan perawatan perineal.
      Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit
     (Doenges, 2002, hal 435).

      5)  Perubahan pola eliminasi Bab: diare berhubungan dengan proses infeksi pada
           saluran cerna.
           Tujuan : Pola eliminasi kembali normal.
            Kirteria hasil: BAB tidak lebih dari satu kali perhari, intake dan output seimbang,
            konsistensi feses lembek.
            Intervensi:
            a)  Kaji dan catat frekwensi BAB, karakteristik feses dan faktor pencetus.
                 Rasional: Mengetahui penyebab diare dan menentukan tindakan selanjutnya.
            b) Berikan istirahat yang cukup bagi klien.
                 Rasional: Membantu menurunkan mobilitas usus dan menurunkan
     metabolisme bila ada infeksi.
c)  Observasi tanda-tanda vital
     Rasional: Melalui tanda-tanda vital dapat diketahui perubahan suhu, nadi,
     tekanan darah dan pernapasan yang abnormal atau kemungkinan terjadinya pre
      syok atau syok.
d). Berikan oral yang adekuat, porsi kecil tapi sering.
     Rasional: Mempertahankan kondisi tubuh klien dan mencegah kekosongan
       lambung.
e). Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.
     Rasional: Mengobati sufuratif lokal.

      6)  Perubahan ketidaknyaman yang berhubungan dengan kram abdomen, diare,
            dan muntah sekunder terhadap dilatasi vaskuler dan hiperperistaltik.

Tujuan: Rasa ketidaknyaman berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil:
- Klien tidak rewel atau gelisah
- Hiperperistaltik dan diare sudah tidak ada lagi.
 Intervensi:
a)     Baringkan klien dalam posisi terlentang dengan bantalan penghangat diatas
      abdomen.
      Rasional: Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot GI dan mengurangi kram.
b)  Berikan masukan cairan sedikit tapi sering.
     Rasional: Cairan dalam jumlah yang kecil tidak akan mendesak area gastrik  
     dengan demikian tidak memperberat gejala.
c)  Lindungi daerah perianal dari iritasi.
     Rasional: Sering BAB dengan peningkatan keasaman dapat mengiritasi kulit  
     perianal (Carpenito, 2000, hal.190).


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC

Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.

Ngastiyah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Suriadi. (2001). Asuhan keperawatan pada anak sakit. Edisi 1. Jakarta: PT Fajar Interpratama.

Whaley & Wong. ( 2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC



 

 






Tidak ada komentar:

Posting Komentar