Oleh : Liana Sriulina Br Sinulingga
PREMATUR
A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.
DEFENISI
Prematur adalah bayi baru lahir dengan umur kehamilan 20-37 minggu (Sarwono,
2008).
Prematur adalah bayi
yang lahir pada kehamilan 20 minggu sampai 37 minggu atau dengan berat janin
kurang dari 2500 gram (Littleton, 2005).
2.
ETIOLOGI
a.
Faktor Ibu
·
Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang
dari 20 tahun atau diatas 35 tahun.
·
Jarak
hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
·
Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung,
gangguan pembuluh darah, perokok.
·
Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan
penyebab
terjadinya
kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan
protein
urin yang meningkat dapat menyebabkan preeklampsia/
eklampsia.
Preeklampsia-eklampsia dapat mengakibatkan ibu
mengalami
komplikasi yang lebih parah, seperti solusio plasenta,
perdarahan
otak, dan gagal otak akut. Janin dari ibu yang
mengalami
preeklampsia-eklampsia meningkatkan risiko terjadinya
kelahiran
prematur, terhambatnya pertumbuhan janin dalam rahim
(IUGR), dan hipoksia
(Bobak, 2004).
b.
Faktor kehamilan.
·
Hamil
dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
·
Komplikasi
kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini.
c.
Faktor janin
·
Cacat
bawaan, infeksi dalam rahim.
3.
MANIFESTASI
KLINIK
Klasifikasi pada bayi prematur :
a. Bayi prematur digaris batas
·
37 minggu
masa gestasi.
·
Berat badan lahir 2500 gr sampai 3250 gr.
·
16 %
seluruh kelahiran hidup.
·
Biasanya
normal.
·
Masalah
:
1. Ketidak stabilan
2. Kesulitan menyusu
3. Ikterik
4. RDS mungkin muncul
·
Penampilan :
1. Lipatan pada kaki sedikit
2. Payudara lebih kecil
3. Lanugo banyak
4. Genitalia kurang berkembang
b. Bayi Prematur Sedang
·
31 minggu
– 36 minggu masa gestasi.
·
Berat badan lahir 1500 gr – 2500 gram.
·
6 % - 7 % seluruh kelahiran hidup.
·
Masalah
:
1.
Ketidak stabilan
2. Pengaturan
glukosa
3. RDS
4.
Ikterik
5. Anemia
6. Infeksi
7. Kesulitan menyusu
·
Penampilan
:
1. Seperti pada bayi prematur di garis batas tetapi lebih
parah
2. Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang
tampak
c. Bayi Sangat Prematur
·
24 minggu
– 30 minngu masa gestasi.
·
Berat
badan lahir 500 gr
– 1400 gr.
·
0,8 %
seluruh kelahiran hidup.
·
Masalah
: semua.
·
Penampilan :
1.
Kecil
tidak memiliki lemak
2.
Kulit
sangat tipis
3.
Kedua mata mungkin berdempetan (Bobak. Ed 4. 2004)
Secara umum karakteristik
Bayi Prematur :
·
Ekstremitas
tampak kurus dengan sedikit otot dan lemak sub kutan Kepala dan badan disporposional.
·
Kulit
tipis dan keriput.
·
Tampak
pembuluh darah di abdomen dan kulit kepala.
·
Lanugo
pada extremitas, punggung dan bahu.
·
Telinga
lunak dengan tulang rawan mudah terlipat.
·
Labia
dan clitoris tampak menonjol.
·
Sedikit
lipatan pada telapak tangan dan kaki.
4. ANATOMI
FISIOLOGI
Perkembangan
tubuh bayi yang terjadi sesuai usia gestasi ibu.
Tua kehamilan (dalam minggu sesudah pertama haid terakhir).
|
Panjang fetus (dari puncak kepala ke ujung sacrum)
|
Cirri-ciri
|
·
Organogenesis
|
|
|
8 minggu
|
2,5 cm
|
Hidung, kuping, jari-jari mulai dibentuk, kepala
membungkuk ke dada.
|
12 minggu
|
9 cm
|
Daun kuping lebih jelas, kelopak-kelopak mata masih
melekat, leher mulai dibentuk, alat genetalia eksterna terbentuk, belum
berdiferensiasi.
|
·
Masa Fetal
|
|
|
16 minggu
|
16-18 cm
|
Genetalia eksterna terbentuk dan dapat dikenal, kulit
merah tipis sekali.
|
20 minggu
|
25 cm
|
Kulit lebih tebal, opak dengan rambut halus (lanugo).
|
24 minggu
|
30-32 cm
|
Kelopak-kelopak mata terpisah, alis dan bulu mata ada,
kulit keriput.
|
·
Masa Perinatal
|
|
|
28
minggu
|
35 cm
|
Berat 1000 gram
|
Didalam
ruang yang diliputi eleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan
korion terdapat likuor amnii atau air ketuban. Volumenya pada hamil cukup bulan
1000-1500ml, warna putih agak keruh, baunya khas agak amis dan manis. Cairan
ini 98% air, sisanya terdiri atas garam anorganik serta bahan organic. Protein
ditemukan rata-rata 2,6% g per /liter, sebagian besar sebagai albumin.
Terdapatnya
lesitin dan sfingomielin amat penting untuk mengetahui apakah janin mempunyai
paru-paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin
permukaan alveoli paru-paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan
merupakan syarat untuk berkembangnya paru-paru dan untuk bernafas.
Fungsi Fisiologis
1.
Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler
pada bayi baru lahir sangatlah penting karena darah yang teroksigenasi melalui
plasenta, maka ketika sudah lahir harus memperoleh oksigen dari paru-paru. Pada
saat paru-paru di pompa untuk pertama kali tekanan di dalam dada secara
keseluruhan akan menurun dan tekanan pada arteri pulmonal menurun sebagian.
Penurunan tekanan pada arteri pulmonalis menyebabkan menutupnya duktus
arteriosus, ketika tekanan pada ruang kiri jantung meningkat karena peningkatan
volume darah maka foramen
ovale menutup yang disebabkan oleh tekanan yang berlawanan dengan
struktur katub berfungsinya sirkulasi pada bayi menyebabkan vena umbilicus, arteri umbilicus dan duktus venosus
tidak mendapat pasokan darah dan mengalami atropi dalam beberapa minggu.
Pernafasan pertama
kali pada bayi baru lahir disebabkan oleh adanya kombinasi dari reseptor
dingin, tekanan PO2 rendah ( PO2 menurun dari tekanan 80 mmHg menjadi 15 mmHg),
dan peningkatan PCO2 ( meningkat menjadi 70 mmHg). Adanya cairan pada
paru-paru mempermudah tegangan permukaan dinding alveolar dan memudahkan
pernafasan untuk pertama kalinya. Cairan tambahan tersebut akan diabsorbsi
dengan segera oleh pembuluh darah paru dan limfatik setelah pernafasan pertama
dalam waktu 10 menit bayi akan memiliki volume residual yan baik dan dalam
waktu 12 jam maka kapasitas vital terpenuhi. Organ jantung pada bayi baru lahir
memiliki ukuran yang lebih besar dari pada orang dewasa sehingga ekspansi paru
terbatas.
3. Sistem
Pencernaan
Saluran gastrointestinal pada bayi baru
lahir biasanya steril, bakteri akan dikultur dari intestinal dalam waktu 5 jam
setelah kelahiran. Bakteri masuk ke saluran pencernaan melalui mulut dan
beberapa bakteri tersebut menyebar melalui udara. Bakteri lain mungkin berasal
dari secret vagina, tempat tidur di rumah sakit dan kontak saat menyusui.
Akumulasi bakteri pada saluran pencernaan penting untuk digesti dan untuk
sintesis vitamin K karena ASI yang diberikan pada 1 tahun pertama memiliki
kandungan vitamin K yang rendah sehingga sintesis vitamin K sangat diperlukan
untuk koagulasi darah walaupun saluran pencernaan memiliki kapasitas 60-90 ml
tapi bayi memiliki kemampuan terbatas utuk mencerna lemak dan pati karena
defisiensi enzim pankreas, limpase dan amylase pada beberapa bulan pertama
kehidupan. Bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium melalui anus dalam waktu
24 jam yang berwarna hijau kehitaman, lengket, berbau yang berasal dari mucus,
vernikkaseosa, lanugo, hormon dari ibu dan karbohidrat selama kehidupan intra uteri.
Setelah 2 atau 3 hari kehidupan, BAB bayi akan berubah warna menjadi hijau yang
disebut transisionalstool, setelah 4 hari maka akan menjadi kuning muda dan
berbau asam laktat karena mengkonsumsi ASI.
4. Sistem
Urinaria
Pengosongan kandung kemih pada bayi
baru lahir terjadi dalam waktu 24 jam. Adanya obstruksi saluran perkemihan
dapat diobservasi melalui pancaran urin, pada bayi perempuan memiliki pancaran
yang kuat dan pada bayi laki-laki memiliki pancaran yang kecil. Ginjal pada
bayi baru lahir tidak mampu memekatkan urin dengan baik sehingga warna urin
agak pucat dan sedikit berbau. Jumlah urin yang pertama pada bayi baru lahir
adalah 15 ml dengan berat jenis 1,008-1,010 dalam 1 minggu volume total harian
urin adalah 300 ml yang berwarna merah muda karena adanya kristal asam yang
dibentuk pada kandung kemih selama dalam kandungan.
5. Sistem
Autoimun
Bayi baru lahir sangat sulit untuk
membentuk anti bodi untuk melawan antigen pada 2 bulan pertama kehidupan.
Karena alasan tersebut imunisasi untuk melawan penyakit anak, tidak diberikan pada
bayi yang lebih muda 2 bulan.
5. PATOFISIOLOGI
Pada preeklamsia terjadi penurunan
kadar angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor),
sehingga pemberian vasoaktif
dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboksan
yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan
akhirnya terjadi hipertensi.
Pada kehamilan
normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%,sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume
plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma
menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan
viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan
pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi
jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi
peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga
terjadi partus prematur..
(Pathway terlampir)
6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
·
Resusitasi
yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen.
·
Pengawasan
terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus).
·
Keseimbangan
cairan dan elektrolit,
pemberian nutrisi yang cukup.
·
Pengelolaan
hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
·
X-ray
pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas.
·
Ultrasonografi
untuk mendeteksi kelainan organ.
·
Stick
glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa.
·
Kadar
kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia.
·
Kadar
bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka
terhadap hiperbilirubinemia).
·
Kadar
elektrolit, darah lengkap, analisa
gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain
sebagainya.
8. KOMPLIKASI
a. Sindrom Gawat Napas (RDS)
Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis,
peningkatan usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi
dan syok
b. Displasin bronco
pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP)
Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal,
trakea, dan faring.
c. Duktus Arteriosus
Paten (PDA)
d. Necrotizing
Enterocolitas (NEC) (Bobak. 2004)
9. PROGNOSIS
Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada
berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur
menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus
B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.
Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien
diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, Agama, ,suku bangsa, tgl masuk RS.
Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat.
2.
Riwayat Kesehatan ibu
Bagaimana riwayat kesehatan ibu, kemana ibu
perawatan antenatal (dokter atau bidan). Ini kehamilan yang ke berapa,
melahirkan yang ke berapa dan apakah pernah mengalami abortus.
3.
Riwayat Penyakit ibu
Penyakit apa yang
pernah diderita oleh ibu bayi, apakah sebelumnya pernah melahirkan prematur.
4.
Pemeriksaan fisik bayi
a.
Sirkulasi: Nadi apikal mungkin cepat atau tidak
teratur dalam batas normal
(120 - 160x/menit), murmur jantung yang
dapat menandakan duktus arteriosus paten (PDA).
b.
Makanan / Cairan: Berat badan kurang dari
2500 g
c.
Neurosensori
·
Tubuh
panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut.
·
Ukuran
kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura
mungkin mudah di gerakan, fontanel mungkin besar atau terbuka
lebar.
·
Umumnya
terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat,
reflek tergantung pada
usia gestasi.
d.
Pernafasan.
·
Apgar
score mungkin rendah.
·
Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan
diafragmatik intermiten (40-60
x/mnt), mengorok, pernafasan cuping
hidung, retraksi suprasternal subternal, sianosis ada.
·
Adanya
bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres
pernafasan (RDS)
e. Keamanan.
·
Suhu
berfluktuasi dengan mudah.
·
Menangis mungkin lemah.
·
Wajah
mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum.
·
Kulit
transparan.
·
Lanugo
terdistribusi secara luas diseluruh tubuh.
·
Ekstremitas
tampak edema.
·
Garis
telapak kaki terlihat.
·
Kuku
pendek
f. Seksualitas.
·
Genetalia
; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan klitoris
menonjol, testis pria tidak turun, rugae
mungkin banyak / tidak ada
pada skrotum.
C.
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN (berdasarkan Doenges, 2001)
- Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi, imaturitas otot arteriol pulmonal, imaturitas system saraf pusat dan system neuromuskuler, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, anemia dan stres dingin.
- Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energy dan depresi.
- Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan perkembangan SSP immatur (pusat regulasi suhu), penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin.
- Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
- Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan immaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
- Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit rapuh dan immaturitas.
INTERVENSI
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar
surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi, imaturitas otot arteriol
pulmonal, imaturitas system saraf pusat dan system neuromuskuler,
ketidakefektifan bersihan jalan nafas, anemia dan stres dingin.
Tujuan: pertukaran gas menjadi lancar dan
tidak ada kerusakan.
Kriteria hasil: bayi mampu:
-
Mempertahankan
kadar PO2/PCo2 dalam batas normal.
-
Menderita
RDS minimal, dengan penurunan kerja pernafasan dan tidak ada morbiditas.
-
Bebas
dari dysplasia bronchopulmonal.
Intervensi:
Tindakan mandiri:
1.
Tinjau
ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi, seperti lama persalinan,
tipe kelahiran, apgar skor, kebutuhan tindakan resusitasi saat kelahiran dan
obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama kehamilan dan kelahiran, termasuk
betametason.
Rasional: persalinan yang lama meningkatkan
resiko hipoksia, depresi pernafasan dapat terjadi setelah penggunaan obat pada
ibu. Apgar skor yang rendah mungkin memerlukan intervensi lebih lanjut untuk
menstabilkan gas darah dan mungkin menderita cedera SSP dengan kerusakan
hipotalamus yang mengontrol pernafasan. (catatan: pemberian kortikosteroid pada
ibu dalam minggu 1 kelahiran membantu mengembangkan maturitas paru bayi dan
produksi surfaktan).
2.
Perhatikan
usia gestasi, berat badan dan jenis kelamin.
Rasional: neonatus lahir sebelum gestasi 30
minggu dan berat badan kurang dari 1500 gram beresiko tinggi terhadap
terjadinya RDS.
3.
Kaji
status pernafasan, perhatikan tanda-tanda distress pernafasan (misalnya
takipnea, pernafasan cuping hidung, mengorok, retraksi, ronchi, atau krekels).
Rasional: takipnea menandakan distress
pernafasan, khususnya bila pernafasan >60x/menit setelah 5 jam pertama
kehidupan. Mengorok menunjukkan upaya untuk mempertahankan ekspansi alveolar.
Pernafasan cuping hidung adalah mekanisme kompensasi untuk menambah diameter
hidung dan meningkatkan pemasukan oksigen. Krekels/ronchi dapat menandakan
vasokonstriksi pulmonal yang berhubungan dengan PDA, hipoksemia, asidemia, atau
imaturitas otot arteriol, yang gagal untuk kontriksi sebagai respon terhadap
peningkatan kadar oksigen.
4.
Gunakan
pemantau oksigen transkutan atau oksimeter nadi. Catat setiap jam dan ubah sisi
alat setiap 3-4 jam.
Rasional; memberikan informasi noninvasif
konstan terhadap kadar oksigen ( insufisiensi pulmonal biasanya memburuk selama
24-48 jam pertama).
5.
Hisap hidung
dan orofaring dengan hati-hati sesuai kebutuhan. Batasi waktu obstruksi jalan
nafas dengan kateter 5-10 detik.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan
nafas, khususnya bayi yang menerima ventilasi terkontrol.
6.
Pertahankan
suhu tubuh normal (36OC-373OC).
Rasional: stress dingin meningkatkan konsumsi
oksigen, meningkatkan asidosis dan kerusakan produksi surfaktan.
7.
Pantau
haluaran dan masukan cairan, timbang BB sesuai indikasi berdasarkan protocol.
Rasional: dehidrasi merusak kemampuan
membersihkan jalan nafas saat mucus menjadi kental. Hidrasi berlebihan dapat
memperberat infiltrate alveolar/edema pulmonal. Peningkatan haluaran urin dan
penurunan BB dapat menandakan fase diuretik dari RDS.
8.
Tingkatkan
istirahat, minimalkan rangsangan dan penggunaan energy.
Rasional: menurunkan laju metabolik dan
konsumsi oksigen.
9.
Posisikan
bayi pada abdomen bila mungkin. Berikan matras tidak rata sesuai indikasi.
Rasional: memungkinkan ekspansi dada
maksimal. Merangsang pernafasan dan pertumbuhan ventrikel.
10.
Observasi
terhadap tanda dan lokasi sianosis.
Rasional: sianosis merupakan tanda lanjut
dari Pao2 rendah, atau saturasi oksigen hanya 75-85%.
Tindakan Kolaborasi:
1.
Pemeriksaan
analisa gas darah.
Rasional: hipoksemia, hiperkapnea, dan
asidosis menurunkan produksi surfaktan. Kadar Pao2 harus 50-70 mmHg atau lebih
tinggi, kadar Paco2 35-45 mmHg, dan saturasi oksigen harus 92-94%.
2.
Hb/Ht.
Rasional: penurunan simpanan besi pada
kelahiran, pengulangan pengambilan sample darah, pertumbuhan cepat dan episode
hemoragik menyebabkan anemic, sehingga menurunkan kapasitas pembawa oksigen
darah.
3.
Berikan
oksigen sesuai kebutuhan dengan masker, kap, selang endotrakheal atau ventilasi
mekanik dengan penggunaan tekanan jalan nafas positif konstan (CPAP) dan
tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP).
Rasional: penggunaan PEEP dapat
menurunkan kolaps jalan nafas, meningkatkan pertukaran gas dan menurunkan
kebutuhan oksigen tingkat tinggi.
4.
Pantau
jumlah pemberian oksigen dan durasi.
Rasional:
kadar oksigen tinggi dan lama disertai tekanan tinggi dapat
mempredisposisikan bayi pada dysplasia bronkopulmonal.
5.
Catat
fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FIO2) setiap jam.
Rasional: jumlah oksigen yang diberikan
diekspresikan sebagai FIO2 ditentukan secara individu, berdasarkan pada
pemantauan transkutan atau sampel darah kapiler.
6.
Berikan
makanan dengan selang nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti ASI.
Rasional: menurunkan kebutuhan oksigen,
meningkatkan istirahat, hemat energy.
7.
Pemberian
natrium bicarbonate.
Rasional:
membantu mengembalikan pH kerentang normal.
8.
Surfaktan.
Rasional:
diberikan pada diagnosis RDS untuk menurunkan beratnya kondisi
dan komplikasi. Efek dapat berakhir sampai 72 jam.
2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energy
dan depresi.
Tujuan: pola nafas
menjadi efektif.
Kriteria hasil;
bayi mampu mempertahankan pola pernafasan periodic (periode apnea berakhir 5-10
detik diikuti periode pendek ventilasi cepat), dengan membran mukosa merah muda
dan frekwensi jantung normal.
Intervensi:
Tindakan Mandiri:
1. Kaji
frekuensi dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi
jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau perawatan.
Rasional: membantu
dalam membedakan periode perputaran pernafasan normal dari serangan apnea,
terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu 30.
2. Hisap
jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional:
menghilangkan mukus yang menyumbat jalan nafas.
3. Tinjau
ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi
pernafasan pada bayi.
Rasional; magnesium
sulfat dan narkotik menekan pusat pernafasan dan aktivitas SSP.
4. Posisikan
bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan popok dibawah bahu
untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi.
Rasional: posisi
ini memudahkan pernafasan dan menurunkan episode apnea khususnya yang ada
hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea.
5. Pertahankan
suhu tubuh optimal.
Rasional: sedikit
penurunan atau peningkatan suhu lingkungan dapat menyebabkan apnea.
6. Berikan
rangsangan taktil segera (misalnya gosokan punggung bayi) bila terjadi apnea.
Perhatikan adanya sianosis, bradikardi atau hipotonia. Anjurkan kontak orang
tua.
Rasional;
merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernafasan
spontan. Kadang-kadang bayi mengalami apnea lebih sedikit atau tidak ada, atau
bradikardi bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka.
Tindakan
kolaborasi:
1. Pantau
pemeriksaan laboratorium (mis, analisa gas darah, glukosa, elektrolit, kultur
dan kadar obat) sesuai indikasi.
Rasional: hipoksia,
asidosis metabolic, hiperkapnea, hipoglikemi, hipokalsemia dan sepsis dapat
memperberat serangan apnea. Toksisitas obat yang menekan fungsi pernafasan
dapat terjadi karena keterbatasan ekskresi
dan waktu paruh obat yang lama.
2. Berikan
oksigen sesuai indikasi.
Rasional: perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida
dapat meningkatkan fungsi pernafasan.
3. Berikan
natrium bicarbonate.
Rasional:
memperbaiki asidosis.
4. Pemberian
antibiotic.
Rasional: mengatasi
infeksi pernafasan atau sepsis.
5. Kalsium
glukonat.
Rasional:
hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea.
6. Aminofillin.
Rasional: dapat
meningkatkan aktivitas pusat pernafasan dan menurunkan sensitifitas terhadap
karbondioksida, menurunkan frekuensi apnea.
3.
Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan
termoregulasi berhubungan dengan perkembangan SSP immatur (pusat regulasi
suhu), penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin.
Tujuan: termoregulasi
efektif.
Kriteria hasil: bayi
mampu mempertahankan suhu kulit normal (36OC-373OC) dan
bebas dari tanda-tanda stress dingin.
Intervensi:
Tindakan Mandiri:
1. Kaji
suhu dengan sering, suhu rektal pada awalnya selanjutnya aksila. Rasional:
hipotermi membuat bayi cenderung stress dingin, simpanan lemak yang terbatas
dan penurunan sensitivitas untuk meningkatkan kadar karbon dioksida
(hiperkapnea) atau penurunan kadar oksigen (hipoksia).
2. Tempatkan
bayi pada penghangat atau inkubator.
Rasional:
mempertahankan lingkungan termonetral, membeantu mencegah stress dingin.
3. Kurangi
pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan inkubator yang tidak semestinya.
Rasional: menurunkan
kehilangan panas karena konduksi/konveksi. Membatasi kehilangan panas melalui
radiasi.
4. Ganti
pakaian/linen tempat tidur bila basah.
Rasional: menurunkan
kehilangan melalui evaporasi.
5. Pantau
sistem pengatur suhu, penyebar hangat atau inkubator.
Rasional: hipertermi
dengan akibat peningkatan pada laju metabolism, kebutuhan oksigen dan glukosa ,
dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan tinggi.
6. Pertahankan
kelembaban relatif 50%-80%. Oksigen lembab hangat (31OC-34OC).
Rasional: mencegah
evaporasi berlebihan, menurunkan kehilangan cairan tidak kasat mata.
7. Perhatikan
adanya takipnea atau apnea, bradikardi, menangis buruk, atau letargi. Evaluasi
derajat dan lokasi ikterik.
Rasional: tanda-tanda
ini menandakan stress dingin yang meningkatkan konsumsi oksigen dan kalori
serta membuat bayi cenderung asidosis berkenaan dengan metabolism anaerobic.
Hipotermia meningkatkan resiko kernikterus, saat asam lemak dilepaskan pada
metabolism lemak coklat bersaing dengan bilirubin untuk berikatan dengan
albumin.
8. Kaji
haluaran dan berat jenis urin.
Rasional: penurunan
haluaran dan peningkatan berat jenis urin dihubungkan dengan penurunan perfusi
ginjal selama periode stress dingin.
9. Pantau
penambahan BB.
Rasional;
ketidakadekuatan penambahan BB meskipun pemasukan kalori adekuat menandakan
bahwa kalori dipergunakan untuk mempertahankan suhu tubuh.
10. Evaluasi
sumber eksternal (mis, fototerapi, lampu pemanas, sinar matahari), batasi
pakaian dan mandi diseka dengan air hangat.
Rasional: mencegah
hipotermi dan hipertermi.
Tindakan
Kolaboratif:
1. Pantau
pemeriksaan laboratorium (mis, analisa gas darah, glukosa, elektrolit dan kadar
bilirubin).
Rasional: stress
dingin meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. Peningkatan kadar bilirubin
indirek terjadi karena pelepasan asam lemak dari metabolism lemak coklat yang
bersaing dengan bilirubin pada bagian ikatan di albumin.
2. Berikan
D10W secara intravena.
Rasional: mencegah
hipoglikemi. Hipotensi karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan
pada bayi yang mengalami stress panas.
3. Memberikan
obat Fenobarbital.
Rasional: mencegah
kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan hipertermi.
4. Memberikan
natrium bicarbonate.
Rasional: memperbaiki
asidosis, yang dapat terjadi pada hipotermi dan hipertermi.
4. Resiko nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium
dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak
adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Tujuan: kebutuhan
nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
- Bayi
menerima nutrisi dengan adekuat.
- Bayi
dapat makan tanpa bantuan sonde.
- Reflek
mengisap bayi terus meningkat sehingga dapat di berikan peroral.
Intervensi:
1. Kaji
pola makan bayi & kebutuhan nutrisi.
Rasional: Agar dapat diketahui
secara tepat pola makan & kebutuhan
nutrisi bayi.
2. Diskusikan
dengan orangtua mengenai pemberian ASI.
Rasional: .
Keterlibatan orangtua sangat diperlukan secara aktif.
3.
Berikan intervensi spesifik untuk mening katkan
pemberian makan per oral yang efektif
selain melalui sonde.
Rasional: Agar kemampuan bayi
untuk makan/ minum dapat dilakukan
per oral.
4.
Tingkatkan pemberian makan per oral &
penurunan pemberian makan enteral sejalan dengan makin efektifnya bayi makan
/minum melalui mulut.
Rasional:
Meningkatkan kemampuan bayi makan per oral.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit rapuh dan immaturitas.
Tujuan: Integritas
kulit baik.
Kriteria Hasil: bayi mampu mempertahankan kulit utuh
dan bebas dari cedera
dermal.
Intervensi:
- Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan.
Rasional:
mengidentifikasi area potensial kerusakan dermal, yang dapat mengakibatkan
sepsis.
- Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin swab. Berikan jeli petroleum pada bibir.
Rasional: mencegah
kekeringan dan pecah pada bibir karena tidak ada masukan oral dan efek kering
dari terapi oksigen.
- Hindari pemakaian agens topikal keras, cuci dengan hati-hati larutan povidon-iodin setelah prosedur.
Rasional: membantu
mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier pelindung epidermal
- Minimalkan pemakaian plester.
Rasional: mencegah
terlepasnya jaringan epidermal.
- Ganti popok/pakaian bayi setiap kali basah.
Rasional: mencegah terjadinya kelembaban akibat kencing bayi.
6.
Berikan talk setiap mengganti popok/pakaian.
Rasional:
menghindari iritasi terutama pada daerah sekitar anus/ perineal
7.
Berikan talk setiap mengganti popok/pakaian.
Rasional: menghindari iritasi terutama pada
daerah sekitar anus/ perineal.
- Masase dengan lembut kulit yang sehat, terutama pada daerah yang tertekan.
Rasional: merangsang sirkulasi.
9.
Monitor terus kondisi/ perubahan yang terjadi.
Rasional:
Agar dapat diketahui kondisi kulit klien & dapat dilakukan
intervensi
secepatnya.
6. Ketidakseimbangan
cairan berhubungan dengan immaturitas, radiasi
lingkungan, efek fototerapi, kehilangan
melalui kulit/paru.
Tujuan: Mempertahankan
keseimbangan cairan & elektrolit.
Kriteria hasil: kulit pasien elastis, intake
output seimbang.
Intervensi:
1.
Berikan
cairan sesuai kebutuhan bayi & usia.
Rasional: menghindari terjadinya ketidakseimbangan
cairan.
2. Timbang BB setiap hari.
Rasional: memantau apabila terjadi perubahan,
sehingga dapat segera
diatasi
3.
Monitor & catat intake output setiap hari, bandingkan jumlah untuk
menentukan status ketidakseimbangan.
Rasional; pencegahan sedini mungkin bila
terjadi ketidakseimbangan.
4.
Pertahankan suhu lingkungan tetap normal.
Rasional:
mencegah terjadinya kehilangan cairan karena peningkatan atau
penurunan suhu tubuh.
5. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan
& TTV: Peningkatan suhu
tubuh, Hipovolemik shock, Sepsis, Asfiksia & hipoksia.
Rasional: upaya pencegahan &
penanganan sedini & setepat mungkin.
6. Monitor laboratorium
Rasional; . memantau
perkembangan/perubahan yang terjadi secepat mungkin terutama bila ada
kecurigaan terjadinya ketidakseimbangan cairan.
DAFTAR
PUSTAKA
.
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4.
Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana
Perawatan Maternal. Ed.
2. Jakarta : EGC.
Littleton, L.& Joan, C.
(2005). Maternity Nursing Care. Thomson: Delmar Learning.
Saccharin, Rossa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed.
2. Jakarta : EGC.
Sarwono, P. (2008). Ilmu Kebidanan. Ed 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.
Jakarta : EGC
Impotensi / Disfungsi ereksi atau dikenal juga dengan lemah syahwat merupakan kondisi dimana seorang pria tidak mampu ereksi (penis tegang/keras).
BalasHapusKondisi ini juga bisa diartikan ketidakmampuan seorang pria mempertahankan ereksinya ketika melakukan hubungan seksual. Dengan kata lain, Penis atau alat vital pria kurang keras atau lembek.
Kondisi ini sebenarnya sangat berbahaya bagi kehidupan seksual sebuah pasangan. Namun kebanyakan pria malu untuk mengakui dan mengkonsultasikan masalah ini. Padahal dengan berkonsultasi, komunikasi dengan pasangan dan pengobatan yang tepat akan membuat lebh mudah menyembuhkan kondisi ini.
Andrologi | bagaimana mengatasi kulup panjang
Apakah sunat sakit | Metode sunat modesn terkini
hubungi Dokter | Chatting gratis