Rabu, 23 Oktober 2013

PREMATUR



Oleh : Liana Sriulina Br Sinulingga

PREMATUR

A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.      DEFENISI
Prematur adalah bayi baru lahir dengan umur kehamilan 20-37 minggu (Sarwono, 2008).
Prematur adalah bayi yang lahir pada kehamilan 20 minggu sampai 37 minggu atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram (Littleton, 2005).
2.      ETIOLOGI
a.     Faktor Ibu
·       Gizi saat hamil yang kurang, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun.
·       Jarak hamil dan persalinan terlalu dekat, pekerjaan yang terlalu berat
·       Penyakit menahun ibu : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah, perokok.
·      Hipertensi yang menyertai kehamilan merupakan penyebab
terjadinya kematian ibu dan janin. Hipertensi yang disertai dengan
protein urin yang meningkat dapat menyebabkan preeklampsia/
eklampsia. Preeklampsia-eklampsia dapat mengakibatkan ibu
mengalami komplikasi yang lebih parah, seperti solusio plasenta,
perdarahan otak, dan gagal otak akut. Janin dari ibu yang
mengalami preeklampsia-eklampsia meningkatkan risiko terjadinya
kelahiran prematur, terhambatnya pertumbuhan janin dalam rahim
(IUGR), dan hipoksia (Bobak, 2004).
b.    Faktor kehamilan.
·    Hamil dengan hidramnion, hamil ganda, perdarahan antepartum
·    Komplikasi kehamilan : preeklamsia/eklamsia, ketuban pecah dini.
c.    Faktor janin
·      Cacat bawaan, infeksi dalam rahim.

3.      MANIFESTASI KLINIK
Klasifikasi pada bayi prematur :
a. Bayi prematur digaris batas
·      37 minggu masa gestasi.
·      Berat badan lahir 2500 gr sampai 3250 gr.
·      16 % seluruh kelahiran hidup.
·      Biasanya normal.
·      Masalah :
1.  Ketidak stabilan
2.  Kesulitan menyusu
3.  Ikterik
4.  RDS mungkin muncul
·       Penampilan :
1.  Lipatan pada kaki sedikit
2.  Payudara lebih kecil
3.  Lanugo banyak
4.  Genitalia kurang berkembang
b. Bayi Prematur Sedang
·         31 minggu – 36 minggu masa gestasi.
·         Berat badan lahir 1500 gr – 2500 gram.
·          6 % - 7 % seluruh kelahiran hidup.
·         Masalah :
1.   Ketidak stabilan
2.    Pengaturan glukosa
3.    RDS
4.    Ikterik
5.    Anemia
6.    Infeksi
7.   Kesulitan menyusu
·       Penampilan :
1.   Seperti pada bayi prematur di garis batas tetapi lebih parah
2.   Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak
c. Bayi Sangat Prematur
·       24 minggu – 30 minngu masa gestasi.
·       Berat badan lahir 500 gr – 1400 gr.
·       0,8 % seluruh kelahiran hidup.
·       Masalah : semua.
·       Penampilan :
1.         Kecil tidak memiliki lemak
2.         Kulit sangat tipis
3.          Kedua mata mungkin berdempetan (Bobak. Ed 4. 2004)

Secara umum karakteristik Bayi Prematur :
·         Ekstremitas tampak kurus dengan sedikit otot dan lemak sub kutan Kepala dan badan disporposional.
·         Kulit tipis dan keriput.
·         Tampak pembuluh darah di abdomen dan kulit kepala.
·         Lanugo pada extremitas, punggung dan bahu.
·         Telinga lunak dengan tulang rawan mudah terlipat.
·         Labia dan clitoris tampak menonjol.
·         Sedikit lipatan pada telapak tangan dan kaki.

4.      ANATOMI  FISIOLOGI
Perkembangan tubuh bayi yang terjadi sesuai usia gestasi ibu.
Tua kehamilan (dalam minggu sesudah pertama haid terakhir).
Panjang fetus (dari puncak kepala ke ujung sacrum)
Cirri-ciri
·      Organogenesis


8 minggu
2,5 cm
Hidung, kuping, jari-jari mulai dibentuk, kepala membungkuk ke dada.
12 minggu
9 cm
Daun kuping lebih jelas, kelopak-kelopak mata masih melekat, leher mulai dibentuk, alat genetalia eksterna terbentuk, belum berdiferensiasi.
·           Masa Fetal


16 minggu
16-18 cm
Genetalia eksterna terbentuk dan dapat dikenal, kulit merah tipis sekali.
20 minggu
25 cm
Kulit lebih tebal, opak dengan rambut halus (lanugo).
24 minggu
30-32 cm
Kelopak-kelopak mata terpisah, alis dan bulu mata ada, kulit keriput.
·           Masa Perinatal


28 minggu
35 cm
Berat 1000 gram

Didalam ruang yang diliputi eleh selaput janin yang terdiri dari lapisan amnion dan korion terdapat likuor amnii atau air ketuban. Volumenya pada hamil cukup bulan 1000-1500ml, warna putih agak keruh, baunya khas agak amis dan manis. Cairan ini 98% air, sisanya terdiri atas garam anorganik serta bahan organic. Protein ditemukan rata-rata 2,6% g per /liter, sebagian besar sebagai albumin.
Terdapatnya lesitin dan sfingomielin amat penting untuk mengetahui apakah janin mempunyai paru-paru yang sudah siap untuk berfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin permukaan alveoli paru-paru diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat untuk berkembangnya paru-paru dan untuk bernafas.
Fungsi Fisiologis
1.    Sistem Kardiovaskuler
Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada bayi baru lahir sangatlah penting karena darah yang teroksigenasi melalui plasenta, maka ketika sudah lahir harus memperoleh oksigen dari paru-paru. Pada saat paru-paru di pompa untuk pertama kali tekanan di dalam dada secara keseluruhan akan menurun dan tekanan pada arteri pulmonal menurun sebagian. Penurunan tekanan pada arteri pulmonalis menyebabkan menutupnya duktus arteriosus, ketika tekanan pada ruang kiri jantung meningkat karena peningkatan volume darah maka foramen ovale menutup yang disebabkan oleh tekanan yang berlawanan dengan struktur katub berfungsinya sirkulasi pada bayi menyebabkan vena umbilicus, arteri umbilicus dan duktus venosus tidak mendapat pasokan darah dan mengalami atropi dalam beberapa minggu.
Pernafasan pertama kali pada bayi baru lahir disebabkan oleh adanya kombinasi dari reseptor dingin, tekanan PO2 rendah ( PO2 menurun dari tekanan 80 mmHg menjadi 15 mmHg), dan peningkatan PCO2  ( meningkat menjadi 70 mmHg). Adanya cairan pada paru-paru mempermudah tegangan permukaan dinding alveolar dan memudahkan pernafasan untuk pertama kalinya. Cairan tambahan tersebut akan diabsorbsi dengan segera oleh pembuluh darah paru dan limfatik setelah pernafasan pertama dalam waktu 10 menit bayi akan memiliki volume residual yan baik dan dalam waktu 12 jam maka kapasitas vital terpenuhi. Organ jantung pada bayi baru lahir memiliki ukuran yang lebih besar dari pada orang dewasa sehingga ekspansi paru terbatas.
3.    Sistem Pencernaan
Saluran gastrointestinal pada bayi baru lahir biasanya steril, bakteri akan dikultur dari intestinal dalam waktu 5 jam setelah kelahiran. Bakteri masuk ke saluran pencernaan melalui mulut dan beberapa bakteri tersebut menyebar melalui udara. Bakteri lain mungkin berasal dari secret vagina, tempat tidur di rumah sakit dan kontak saat menyusui. Akumulasi bakteri pada saluran pencernaan penting untuk digesti dan untuk sintesis vitamin K karena ASI yang diberikan pada 1 tahun pertama memiliki kandungan vitamin K yang rendah sehingga sintesis vitamin K sangat diperlukan untuk koagulasi darah walaupun saluran pencernaan memiliki kapasitas 60-90 ml tapi bayi memiliki kemampuan terbatas utuk mencerna lemak dan pati karena defisiensi enzim pankreas, limpase dan amylase pada beberapa bulan pertama kehidupan. Bayi baru lahir akan mengeluarkan mekonium melalui anus dalam waktu 24 jam yang berwarna hijau kehitaman, lengket, berbau yang berasal dari mucus, vernikkaseosa, lanugo, hormon dari ibu dan karbohidrat selama kehidupan intra uteri. Setelah 2 atau 3 hari kehidupan, BAB bayi akan berubah warna menjadi hijau yang disebut transisionalstool, setelah 4 hari maka akan menjadi kuning muda dan berbau asam laktat karena mengkonsumsi ASI.
4.    Sistem Urinaria
Pengosongan kandung kemih pada bayi baru lahir terjadi dalam waktu 24 jam. Adanya obstruksi saluran perkemihan dapat diobservasi melalui pancaran urin, pada bayi perempuan memiliki pancaran yang kuat dan pada bayi laki-laki memiliki pancaran yang kecil. Ginjal pada bayi baru lahir tidak mampu memekatkan urin dengan baik sehingga warna urin agak pucat dan sedikit berbau. Jumlah urin yang pertama pada bayi baru lahir adalah 15 ml dengan berat jenis 1,008-1,010 dalam 1 minggu volume total harian urin adalah 300 ml yang berwarna merah muda karena adanya kristal asam yang dibentuk pada kandung kemih selama dalam kandungan.
5.    Sistem Autoimun
Bayi baru lahir sangat sulit untuk membentuk anti bodi untuk melawan antigen pada 2 bulan pertama kehidupan. Karena alasan tersebut imunisasi untuk melawan penyakit anak, tidak diberikan pada bayi yang lebih muda 2 bulan.

5.      PATOFISIOLOGI
             Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.

Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%,sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta mengakibatkan oksigenasi janin menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan eklampsia terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur..
(Pathway terlampir)

6.      PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
·           Resusitasi yang adekuat, pengaturan suhu, terapi oksigen.
·           Pengawasan terhadap PDA (Patent Ductus Arteriosus).
·           Keseimbangan cairan dan elektrolit, pemberian nutrisi yang cukup.
·           Pengelolaan hiperbilirubinemia, penanganan infeksi dengan antibiotik yang tepat.

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
·      X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas.
·      Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ.
·      Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa.
·      Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia.
·      Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia).
·      Kadar elektrolit, darah lengkap, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya.

8.      KOMPLIKASI
a. Sindrom Gawat Napas (RDS)
    Tanda Klinisnya : Mendengkur, nafas cuping hidung, retraksi, sianosis,    
     peningkatan usaha nafas, hiperkarbia, asiobsis respiratorik, hipotensi dan syok
b. Displasin bronco pulmaner (BPD) dan Retinopati prematuritas (ROP)
    Akibat terapi oksigen, seperti perporasi dan inflamasi nasal, trakea, dan faring.  
c. Duktus Arteriosus Paten (PDA)
d. Necrotizing Enterocolitas (NEC)  (Bobak. 2004)

9.      PROGNOSIS
Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus


B. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

1.         Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, Agama, ,suku bangsa, tgl masuk RS. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.

2.         Riwayat Kesehatan ibu
 Bagaimana riwayat kesehatan ibu, kemana ibu perawatan antenatal (dokter atau bidan). Ini kehamilan yang ke berapa, melahirkan yang ke berapa dan apakah pernah mengalami abortus.
3.         Riwayat Penyakit ibu
Penyakit apa yang pernah diderita oleh ibu bayi, apakah sebelumnya pernah melahirkan prematur.
4.         Pemeriksaan fisik bayi
a.       Sirkulasi: Nadi apikal mungkin cepat atau tidak teratur dalam batas normal
(120 - 160x/menit), murmur jantung yang dapat menandakan duktus arteriosus paten (PDA).
       b.  Makanan / Cairan: Berat badan kurang dari 2500 g
       c.  Neurosensori
·           Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut.
·           Ukuran kepala besar dalam hubungan dengan tubuh, sutura
 mungkin mudah di gerakan, fontanel mungkin besar atau terbuka
 lebar.
·           Umumnya terjadi edema pada kelopak mata, mata mungkin merapat,
        reflek tergantung pada usia gestasi.
       d.  Pernafasan.
·      Apgar score mungkin rendah.
·      Pernafasan dangkal, tidak teratur, pernafasan diafragmatik intermiten  (40-60 x/mnt),  mengorok, pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal subternal, sianosis ada.
·      Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distres
     pernafasan (RDS)
         e.  Keamanan.
·       Suhu berfluktuasi dengan mudah.
·       Menangis mungkin lemah.
·       Wajah mungkin memar, mungkin kaput suksedaneum.
·       Kulit transparan.
·       Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh.
·       Ekstremitas tampak edema.
·       Garis telapak kaki terlihat.
·       Kuku pendek
          f.  Seksualitas.
·           Genetalia ; Labia minora lebih besar dari labia mayora dengan klitoris
       menonjol, testis pria tidak turun, rugae mungkin banyak / tidak ada
        pada skrotum.

         
C.  ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN (berdasarkan Doenges, 2001)
  1. Gangguan  pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi, imaturitas otot arteriol pulmonal, imaturitas system saraf pusat dan system neuromuskuler, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, anemia dan stres dingin.
  2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energy dan depresi.
  3. Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan perkembangan SSP immatur (pusat regulasi suhu), penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin.
  4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
  5. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan immaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru.
  6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit rapuh dan immaturitas.


       INTERVENSI
1.     Gangguan  pertukaran gas berhubungan dengan ketidakadekuatan kadar surfaktan, ketidakseimbangan perfusi ventilasi, imaturitas otot arteriol pulmonal, imaturitas system saraf pusat dan system neuromuskuler, ketidakefektifan bersihan jalan nafas, anemia dan stres dingin.
Tujuan: pertukaran gas menjadi lancar dan tidak ada kerusakan.
Kriteria hasil: bayi mampu:
-          Mempertahankan kadar PO2/PCo2 dalam batas normal.
-          Menderita RDS minimal, dengan penurunan kerja pernafasan dan tidak ada morbiditas.
-          Bebas dari dysplasia bronchopulmonal.
                Intervensi:
                Tindakan mandiri:
1.       Tinjau ulang informasi yang berhubungan dengan kondisi bayi, seperti lama persalinan, tipe kelahiran, apgar skor, kebutuhan tindakan resusitasi saat kelahiran dan obat-obatan yang dikonsumsi ibu selama kehamilan dan kelahiran, termasuk betametason.
Rasional: persalinan yang lama meningkatkan resiko hipoksia, depresi pernafasan dapat terjadi setelah penggunaan obat pada ibu. Apgar skor yang rendah mungkin memerlukan intervensi lebih lanjut untuk menstabilkan gas darah dan mungkin menderita cedera SSP dengan kerusakan hipotalamus yang mengontrol pernafasan. (catatan: pemberian kortikosteroid pada ibu dalam minggu 1 kelahiran membantu mengembangkan maturitas paru bayi dan produksi surfaktan).
2.       Perhatikan usia gestasi, berat badan dan jenis kelamin.
Rasional: neonatus lahir sebelum gestasi 30 minggu dan berat badan kurang dari 1500 gram beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS.
3.       Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda distress pernafasan (misalnya takipnea, pernafasan cuping hidung, mengorok, retraksi, ronchi, atau krekels).
Rasional: takipnea menandakan distress pernafasan, khususnya bila pernafasan >60x/menit setelah 5 jam pertama kehidupan. Mengorok menunjukkan upaya untuk mempertahankan ekspansi alveolar. Pernafasan cuping hidung adalah mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatkan pemasukan oksigen. Krekels/ronchi dapat menandakan vasokonstriksi pulmonal yang berhubungan dengan PDA, hipoksemia, asidemia, atau imaturitas otot arteriol, yang gagal untuk kontriksi sebagai respon terhadap peningkatan kadar oksigen.
4.       Gunakan pemantau oksigen transkutan atau oksimeter nadi. Catat setiap jam dan ubah sisi alat setiap 3-4 jam.
Rasional; memberikan informasi noninvasif konstan terhadap kadar oksigen ( insufisiensi pulmonal biasanya memburuk selama 24-48 jam pertama).
5.       Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati sesuai kebutuhan. Batasi waktu obstruksi jalan nafas dengan kateter 5-10 detik.
Rasional: mempertahankan kepatenan jalan nafas, khususnya bayi yang menerima ventilasi terkontrol.
6.       Pertahankan suhu tubuh normal (36OC-373OC).
Rasional: stress dingin meningkatkan konsumsi oksigen, meningkatkan asidosis dan kerusakan produksi surfaktan.
7.       Pantau haluaran dan masukan cairan, timbang BB sesuai indikasi berdasarkan protocol.
Rasional: dehidrasi merusak kemampuan membersihkan jalan nafas saat mucus menjadi kental. Hidrasi berlebihan dapat memperberat infiltrate alveolar/edema pulmonal. Peningkatan haluaran urin dan penurunan BB dapat menandakan fase diuretik dari RDS.
8.       Tingkatkan istirahat, minimalkan rangsangan dan penggunaan energy.
Rasional: menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen.
9.       Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin. Berikan matras tidak rata sesuai indikasi.
Rasional: memungkinkan ekspansi dada maksimal. Merangsang pernafasan dan pertumbuhan ventrikel.
10.   Observasi terhadap tanda dan lokasi sianosis.
Rasional: sianosis merupakan tanda lanjut dari Pao2 rendah, atau saturasi oksigen hanya 75-85%.
                Tindakan Kolaborasi:
1.         Pemeriksaan analisa gas darah.
Rasional: hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis menurunkan produksi surfaktan. Kadar Pao2 harus 50-70 mmHg atau lebih tinggi, kadar Paco2 35-45 mmHg, dan saturasi oksigen harus 92-94%.
2.         Hb/Ht.
   Rasional: penurunan simpanan besi pada kelahiran, pengulangan pengambilan sample darah, pertumbuhan cepat dan episode hemoragik menyebabkan anemic, sehingga menurunkan kapasitas pembawa oksigen darah.
3.         Berikan oksigen sesuai kebutuhan dengan masker, kap, selang endotrakheal atau ventilasi mekanik dengan penggunaan tekanan jalan nafas positif konstan (CPAP) dan tekanan ekspirasi akhir positif (PEEP).
       Rasional: penggunaan PEEP dapat menurunkan kolaps jalan nafas, meningkatkan pertukaran gas dan menurunkan kebutuhan oksigen tingkat tinggi.
4.         Pantau jumlah pemberian oksigen dan durasi.
         Rasional: kadar oksigen tinggi dan lama disertai tekanan tinggi dapat   
       mempredisposisikan bayi pada dysplasia bronkopulmonal.
5.         Catat fraksi oksigen dalam udara inspirasi (FIO2) setiap jam.
Rasional: jumlah oksigen yang diberikan diekspresikan sebagai FIO2 ditentukan secara individu, berdasarkan pada pemantauan transkutan atau sampel darah kapiler.
6.         Berikan makanan dengan selang nasogastrik atau orogastrik sebagai pengganti ASI.
Rasional: menurunkan kebutuhan oksigen, meningkatkan istirahat, hemat energy.
7.         Pemberian natrium bicarbonate.
         Rasional: membantu mengembalikan pH kerentang normal.
8.         Surfaktan.
         Rasional: diberikan pada diagnosis RDS untuk menurunkan beratnya kondisi
       dan komplikasi. Efek dapat berakhir sampai 72 jam.

2.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan imaturitas pusat pernafasan, keterbatasan perkembangan otot, penurunan energy dan depresi.
Tujuan: pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil; bayi mampu mempertahankan pola pernafasan periodic (periode apnea berakhir 5-10 detik diikuti periode pendek ventilasi cepat), dengan membran mukosa merah muda dan frekwensi jantung normal.
Intervensi:
Tindakan Mandiri:
1.       Kaji frekuensi dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit berkenaan dengan prosedur atau perawatan.
Rasional: membantu dalam membedakan periode perputaran pernafasan normal dari serangan apnea, terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu 30.
2.       Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional: menghilangkan mukus yang menyumbat jalan nafas.
3.       Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi pernafasan pada bayi.
Rasional; magnesium sulfat dan narkotik menekan pusat pernafasan dan aktivitas SSP.
4.       Posisikan bayi pada abdomen atau posisi terlentang dengan gulungan popok dibawah bahu untuk menghasilkan sedikit hiperekstensi.
Rasional: posisi ini memudahkan pernafasan dan menurunkan episode apnea khususnya yang ada hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnea.
5.       Pertahankan suhu tubuh optimal.
Rasional: sedikit penurunan atau peningkatan suhu lingkungan dapat menyebabkan apnea.
6.       Berikan rangsangan taktil segera (misalnya gosokan punggung bayi) bila terjadi apnea. Perhatikan adanya sianosis, bradikardi atau hipotonia. Anjurkan kontak orang tua.
Rasional; merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernafasan spontan. Kadang-kadang bayi mengalami apnea lebih sedikit atau tidak ada, atau bradikardi bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka.

Tindakan kolaborasi:
1.       Pantau pemeriksaan laboratorium (mis, analisa gas darah, glukosa, elektrolit, kultur dan kadar obat) sesuai indikasi.
Rasional: hipoksia, asidosis metabolic, hiperkapnea, hipoglikemi, hipokalsemia dan sepsis dapat memperberat serangan apnea. Toksisitas obat yang menekan fungsi pernafasan dapat terjadi karena  keterbatasan ekskresi dan waktu paruh obat yang lama.
2.       Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional:  perbaikan kadar oksigen dan karbondioksida dapat meningkatkan fungsi pernafasan.
3.       Berikan natrium bicarbonate.
Rasional: memperbaiki asidosis.
4.       Pemberian antibiotic.
Rasional: mengatasi infeksi pernafasan atau sepsis.
5.       Kalsium glukonat.
Rasional: hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea.
6.       Aminofillin.
Rasional: dapat meningkatkan aktivitas pusat pernafasan dan menurunkan sensitifitas terhadap karbondioksida, menurunkan frekuensi apnea.

3.    Resiko tinggi terhadap ketidakefektifan termoregulasi berhubungan dengan perkembangan SSP immatur (pusat regulasi suhu), penurunan lemak subkutan, ketidakmampuan merasakan dingin.
Tujuan: termoregulasi efektif.
Kriteria hasil: bayi mampu mempertahankan suhu kulit normal (36OC-373OC) dan bebas dari tanda-tanda stress dingin.
Intervensi:
Tindakan Mandiri:
1.       Kaji suhu dengan sering, suhu rektal pada awalnya selanjutnya aksila. Rasional: hipotermi membuat bayi cenderung stress dingin, simpanan lemak yang terbatas dan penurunan sensitivitas untuk meningkatkan kadar karbon dioksida (hiperkapnea) atau penurunan kadar oksigen (hipoksia).
2.       Tempatkan bayi pada penghangat atau inkubator.
Rasional: mempertahankan lingkungan termonetral, membeantu mencegah stress dingin.
3.       Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan inkubator yang tidak semestinya.
Rasional: menurunkan kehilangan panas karena konduksi/konveksi. Membatasi kehilangan panas melalui radiasi.
4.       Ganti pakaian/linen tempat tidur bila basah.
Rasional: menurunkan kehilangan melalui evaporasi.
5.       Pantau sistem pengatur suhu, penyebar hangat atau inkubator.
Rasional: hipertermi dengan akibat peningkatan pada laju metabolism, kebutuhan oksigen dan glukosa , dan kehilangan air tidak kasat mata dapat terjadi bila suhu lingkungan tinggi.
6.       Pertahankan kelembaban relatif 50%-80%. Oksigen lembab hangat (31OC-34OC).
Rasional: mencegah evaporasi berlebihan, menurunkan kehilangan cairan tidak kasat mata.
7.       Perhatikan adanya takipnea atau apnea, bradikardi, menangis buruk, atau letargi. Evaluasi derajat dan lokasi ikterik.
Rasional: tanda-tanda ini menandakan stress dingin yang meningkatkan konsumsi oksigen dan kalori serta membuat bayi cenderung asidosis berkenaan dengan metabolism anaerobic. Hipotermia meningkatkan resiko kernikterus, saat asam lemak dilepaskan pada metabolism lemak coklat bersaing dengan bilirubin untuk berikatan dengan albumin.
8.       Kaji haluaran dan berat jenis urin.
Rasional: penurunan haluaran dan peningkatan berat jenis urin dihubungkan dengan penurunan perfusi ginjal selama periode stress dingin.
9.       Pantau penambahan BB.
Rasional; ketidakadekuatan penambahan BB meskipun pemasukan kalori adekuat menandakan bahwa kalori dipergunakan untuk mempertahankan suhu tubuh.
10.   Evaluasi sumber eksternal (mis, fototerapi, lampu pemanas, sinar matahari), batasi pakaian dan mandi diseka dengan air hangat.
Rasional: mencegah hipotermi dan hipertermi.
                Tindakan Kolaboratif:
1.       Pantau pemeriksaan laboratorium (mis, analisa gas darah, glukosa, elektrolit dan kadar bilirubin).
Rasional: stress dingin meningkatkan kebutuhan glukosa dan oksigen. Peningkatan kadar bilirubin indirek terjadi karena pelepasan asam lemak dari metabolism lemak coklat yang bersaing dengan bilirubin pada bagian ikatan di albumin.
2.       Berikan D10W secara intravena.
Rasional: mencegah hipoglikemi. Hipotensi karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang mengalami stress panas.
3.       Memberikan obat Fenobarbital.
Rasional: mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP yang disebabkan hipertermi.
4.       Memberikan natrium bicarbonate.
Rasional: memperbaiki asidosis, yang dapat terjadi pada hipotermi dan hipertermi.

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori.
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
-   Bayi menerima nutrisi dengan adekuat.
-   Bayi dapat makan tanpa bantuan sonde.
-   Reflek mengisap bayi terus meningkat sehingga dapat di berikan peroral. 
   Intervensi:
1.  Kaji pola makan bayi & kebutuhan nutrisi.
                 Rasional: Agar dapat diketahui secara tepat pola makan & kebutuhan
                 nutrisi bayi.
2.  Diskusikan dengan orangtua mengenai pemberian ASI.
                 Rasional: .    Keterlibatan orangtua sangat diperlukan secara aktif.
3.    Berikan intervensi spesifik untuk mening katkan pemberian makan per oral  yang efektif selain melalui sonde.
                 Rasional: Agar kemampuan bayi untuk makan/ minum dapat dilakukan
                 per oral.
4.    Tingkatkan pemberian makan per oral & penurunan pemberian makan enteral sejalan dengan makin efektifnya bayi makan /minum melalui mulut.
     Rasional: Meningkatkan kemampuan bayi makan per oral.

     5Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kulit rapuh dan immaturitas.
              Tujuan: Integritas kulit baik.
Kriteria Hasil: bayi mampu mempertahankan kulit utuh dan bebas dari cedera
 dermal.
Intervensi:
    1. Inspeksi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan.
Rasional: mengidentifikasi area potensial kerusakan dermal, yang dapat mengakibatkan sepsis.
    1. Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin swab. Berikan jeli petroleum pada bibir.
Rasional: mencegah kekeringan dan pecah pada bibir karena tidak ada masukan oral dan efek kering dari terapi oksigen.
    1. Hindari pemakaian agens topikal keras, cuci dengan hati-hati larutan povidon-iodin setelah prosedur.
Rasional: membantu mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier pelindung epidermal
    1. Minimalkan pemakaian plester.
Rasional: mencegah terlepasnya jaringan epidermal.
    1. Ganti popok/pakaian bayi setiap kali basah.
         Rasional: mencegah terjadinya kelembaban akibat kencing bayi.
6.         Berikan talk setiap mengganti popok/pakaian.
                       Rasional: menghindari iritasi terutama pada daerah sekitar anus/ perineal
7.         Berikan talk setiap mengganti popok/pakaian.
          Rasional: menghindari iritasi terutama pada daerah sekitar anus/ perineal.
    1.  Masase dengan lembut kulit yang sehat, terutama pada daerah yang tertekan.
                      Rasional: merangsang sirkulasi.
9.       Monitor terus kondisi/ perubahan yang terjadi.
          Rasional: Agar dapat diketahui kondisi kulit klien & dapat dilakukan
           intervensi secepatnya.

6.  Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan immaturitas, radiasi
     lingkungan, efek fototerapi, kehilangan melalui kulit/paru.
        Tujuan: Mempertahankan keseimbangan cairan & elektrolit.
          Kriteria hasil: kulit pasien elastis, intake output seimbang.
        Intervensi: 
1.     Berikan cairan sesuai kebutuhan bayi & usia.
        Rasional:  menghindari terjadinya ketidakseimbangan cairan.
  2.  Timbang BB setiap hari.
        Rasional: memantau apabila terjadi perubahan, sehingga dapat segera
        diatasi
   3. Monitor & catat intake output setiap hari, bandingkan jumlah untuk
         menentukan status ketidakseimbangan.
         Rasional; pencegahan sedini mungkin bila terjadi ketidakseimbangan.
   4.    Pertahankan suhu lingkungan tetap normal.
         Rasional: mencegah terjadinya kehilangan cairan karena peningkatan atau
         penurunan suhu  tubuh.
   5.   Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan & TTV: Peningkatan suhu
          tubuh, Hipovolemik shock,  Sepsis, Asfiksia & hipoksia.
         Rasional: upaya pencegahan & penanganan sedini & setepat mungkin.
6.      Monitor laboratorium
Rasional; . memantau perkembangan/perubahan yang terjadi secepat mungkin terutama bila ada kecurigaan terjadinya ketidakseimbangan cairan.


DAFTAR PUSTAKA
.
Boback. 2004. Keperawatan Maternitas. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilynn E. 2001. Rencana Perawatan Maternal. Ed. 2. Jakarta : EGC.
Littleton, L.&  Joan, C. (2005). Maternity Nursing Care. Thomson: Delmar Learning.
Saccharin, Rossa M. 2004. Prinsip Keperawatan Pediatrik. Ed. 2. Jakarta : EGC.

Sarwono, P. (2008). Ilmu Kebidanan. Ed 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono    Prawirohardjo.

Wong, Donna L. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC




1 komentar:

  1. Impotensi / Disfungsi ereksi atau dikenal juga dengan lemah syahwat merupakan kondisi dimana seorang pria tidak mampu ereksi (penis tegang/keras).

    Kondisi ini juga bisa diartikan ketidakmampuan seorang pria mempertahankan ereksinya ketika melakukan hubungan seksual. Dengan kata lain, Penis atau alat vital pria kurang keras atau lembek.

    Kondisi ini sebenarnya sangat berbahaya bagi kehidupan seksual sebuah pasangan. Namun kebanyakan pria malu untuk mengakui dan mengkonsultasikan masalah ini. Padahal dengan berkonsultasi, komunikasi dengan pasangan dan pengobatan yang tepat akan membuat lebh mudah menyembuhkan kondisi ini.

    Andrologi | bagaimana mengatasi kulup panjang

    Apakah sunat sakit | Metode sunat modesn terkini

    hubungi Dokter | Chatting gratis

    BalasHapus