Oleh :
Ns. Liana Sriulina Br S, S.Kep
TUMOR OTAK
A.
TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1. DEFENISI
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang
ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di
otak, meningen, dan tengkorak (Price, 2005). Tumor otak adalah suatu lesi
ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa
dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang
(medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa
tumor primer maupun metastase. Apabila
sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer
dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru,
payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder (Mayer.
SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah
suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal (CSS) dan volume
darah otak. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK) dapat terjadi bila
kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat
menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat
dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke
kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena
berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini
dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal
volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan
terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal
pernapasan dan gagal jantung serta kematian.
Klasifikasi
Tumor Otak
Tumor otak dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Berdasarkan
Jenis Tumor
a.
Jinak
1. Acoustic
neuroma
2. Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak,
berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur
yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih
sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini memiliki banyak pembuluh darah
sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan
otak.
3. Pituitary
adenoma.
4. Astrocytoma
(grade I)
b. Malignant
1. Astrocytoma
(grade 2,3,4)
2. Oligodendroglioma
Tumor ini dapat
timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat
agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan
intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat
kemosensitif.
3. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan
berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa
posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa
ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.
Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan
bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda
usia pasien maka makin buruk prognosisnya.
Berdasarkan
Lokasi
a.
Tumor Supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1) Glioma
:
i. Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja
tetapi paling sering terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra
lateral melalui korpus kolosum.
ii. Astroscytoma
iii. Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang
tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative
avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer
otak orang dewasa muda.
2) Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau
oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena
adanya pseudo kapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium
tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi
tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi
meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti
Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%),
Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine
angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang
lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak
timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan
asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar
sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid
ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus
yang progresif.
b. Tumor Infratentorial
Schwanoma akustikus
c. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan
sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat
primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun
neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat
juga bermetastasis ke otak.
1)
Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting
yang berasal dari meningen, sel-sel mesotel,
dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
2) Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur
vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum.
2. ETIOLOGI
Penyebab tumor hingga saat ini masih
belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan.
Adapun faktor-faktor yang mendukung adalah:
1) Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota
keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma
dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau
penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi
pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis
neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya
faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2) Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic
Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang
menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi
dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam
tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal
itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka
terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti
radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
4) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi
virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk
mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga
saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan
tumor pada sistem saraf pusat.
5) Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi
karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi
yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini
berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.
6) Trauma Kepala
3. MANIFESTASI
KLINIK
·
Gejala serebral umum
Dapat berupa perubahan mental yang ringan
(Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita
berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental
dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin ditemukan ansietas
dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.
1.
Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala
adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan
gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan
dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam
hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi
peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor
asthenia perlu dicurigai tumor otak.
2. Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya
meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior,
umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
3.
Kejang
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala
awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium
lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu
dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
·
Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih
dari 25 tahun
·
Mengalami post iktal paralisis
·
Mengalami status epilepsi
·
Resisten terhadap obat-obat epilepsi
·
Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
·
Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak
dikorteks, 50% pasien
dengan astrositoma, 40% pada pasen
meningioma, dan 25% pada
glioblastoma.
4. Gejala Tekanan Tinggi
Intrakranial
Berupa keluhan nyeri kepala di
daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah
proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan pupil udema.
Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman
herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh
TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal
maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III,
haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
1. Lobus frontal
·
Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
·
Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan
hemiparese kontra lateral,
kejang fokal
·
Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan
inkontinentia
·
Bila tumor terletak pada basis frontal
menimbulkan sindrom foster kennedy
·
Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
2. Lobus
parietal
·
Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori
kortikal hemianopsi homonym
· Bila
terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus
angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
· Akan
menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura
atau halusinasi
· Bila
letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
· Pada
tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala
choreoathetosis, parkinsonism.
4. Lobus oksipital
· Menimbulkan
bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
· Gangguan
penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia,
objeckagnosia.
5. Tumor di
ventrikel ke III
· Tumor
biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari
cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasien
tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran.
6. Tumor di
cerebello pontin angie
· Tersering
berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
· Dapat
dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi
pendengaran
· Gejala
lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
7. Tumor Hipotalamus
·
Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari
foramen Monroe
·
Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala:
gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan
cairan dan elektrolit, bangkitan.
8. Tumor di
cerebelum
·
Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala
TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil udem
·
Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang
menjalar ke leher dan spasme dari otot-otot servikal
9. Tumor fosa posterior
·
Ditemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan
muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.
4. ANATOMI
FISIOLOGI
Otak merupakan satu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak terdapat dalam rongga tengkorak yang melindungi otak dari cedera.
Berdasarkan daerah atau lobus, otak terbagi menjadi 4 lobus yaitu : frontalis (untuk berpikir) temporalis (menerima sensasi yang datang dari telinga), parietalis (sensasi perabaan, perubahan temperatur), oksipitalis (menerima sensasi dari mata).
Otak selain dilindungi oleh tengkorak juga dilindungi selaput yang disebut meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu:
1. Durameter
Membran luar yang liat, tebal, tidak elastis. Dura melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak oleh karena bila dura robek dan tidak segera diperbaiki dengan sempurna maka akan timbul berbagai masalah. Dura mempunyai aliran darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior di suplay oleh arteri munigen yang bercabang dari arteria karotis interna dan menyuplay fasa arterior arteria munigen yaitu cabang dari arteria oksipitalis menyuplay darah ke fasa posterior.
2. Araknoid
Merupakan bagian membran tengah bersifat tipis, halus, elastis dan menyerupai sarang laba-laba. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yang bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Terdapat juga membran araknoid villi yang mengabsorbsi CSS. Pada orang dewasa normal CSS yang diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh villi.
3. Piamater
4. Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak dan sangat kaya dengan pembuluh darah.
Otak merupakan organ kompleks yang dominasi cerebrum. Otak merupakan struktur kembar yaitu lateral simetris dan terdiri dari 2 bagian yang disebut hemisferium.
Belahan kiri dari cerebrum berkaitan dengan sisi kanan tubuh dan belahan kanan cerebrum berkaitan dengan sisi kiri tubuh.
Otak terbagi menjadi 3 bagian besar :
1. Cerebrum (otak besar)
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf memenuhi kortex serebri, nukleus dan basal gangglia. Substansia alba terdiri dari sel-sel syaraf yang menghubungkan bagian–bagian otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (telesefalon) tensi jaringan SSP. Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensia.
2. Batang otak (trunkus serebri), terdiri dari :
· Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara serebelum dan mesensepalon. Diensepalon berfungsi untuk vasokontruktor (mengecilkan pembuluh darah), respiratory (membantu proses pernapasan), mengontrol kegiatan reflek dan membantu pekerjaan jantung.
· Mesensefalon, berfungsi sebagai membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat pergerakan mata.
· Pons varoli, sebagai penghubung antara kedua bagian serebellum dan juga medula oblongata dengan serebellum pusat saraf nervus trigeminus.
· Medula oblongata, bagian batang otak yang paling bawah yang berfungsi untuk mengontrol pekerjaan jantung, mengecilkan pembuluh darah, pusat pernapasan dan mengontrol kegiatan refleks.
· Serebelum
Terletak dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentoreum yang memisahkan dari bagian posterior serebrum.
Semua aktivitas serebrum berada dibawah kesadaran fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus-tonus kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
· Diensefalon
Istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur disekitar vertikel dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.
Diensefalon dibagi menjadi 4 wilayah yaitu :
a. Talamus
Ø Berfungsi sebagai pusat sensorik primitif (dapat merasakan nyeri, tekanan, rabaan getar dan suhu yang ekstrim secara samar-samar).
Ø Berperan penting dalam integrasi ekspresi motorik oleh karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama dalam korteks motorik serebri, serebelum dan ganglia basalis.
b. Hipotalamus
Letak dibawah talamus
Ø Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.
Ø Berperan penting dalam pengaturan hormon (hormon anti diuretik dan okstoksin disintesis dalam nukleus yang terletak dalam hipotalamus).
Ø Pengaturan cairan tubuh dan susunan elektrolit, suhu tubuh, fungsi endokrin dari tingkah laku seksual dan reproduksi normal dan ekspresi ketenangan atau kemarahan, lapar dan haus.
c. Subtalamus
Merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.
d. Epitalamus
Berupa pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap diensefalon. Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik dan agaknya berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan ingarasi informasi olfaktorius.
5.
PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan
neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya
anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam
suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan
oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling
cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan
suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan
parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor :
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan
perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya
massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang
kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum
seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan.
Obstruksi vena dan edema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya
menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan
serebrospinalis dari ventrikel laseral ke ruang subarakhnoid menimbulkan
hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan
membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang
telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu
berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak
berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini
antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan
serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim.
Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebelum.
Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior
melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan
ensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada
herniasi serebelum sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu
massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan
cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik
(pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).
6. PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK
Faktor –faktor Prognostik sebagai
Pertimbangan Penatalaksanaan
1.
Usia
2.
General Health
3.
Ukuran Tumor
4.
Lokasi Tumor
5.
Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama
yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu
a. Surgery
Terapi Pre-Surgery :
Steroid: Menghilangkan swelling,
contoh dexamethasone
Anticonvulsant: Untuk mencegah
dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
Shunt: Digunakan untuk mengalirkan cairan
cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama
untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan
dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa
serta memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin
diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut sehingga akan diperoleh efek
radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan
evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan
menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali
menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.
b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan
salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai
penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan
memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi
dan radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat
radioresponsif (moderately sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran
terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat meng-radiasi semua sel
tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan
sehat disekitarnya. Semakin sedikit jaringan sehat yang terkena maka semakin
tinggi dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode
serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang
diarahkan pada tumor sementara metastasis
diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga digunakan dalam tata
laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada
kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan
tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau
bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus
terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu
istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan,
pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap
terapi yang dilakukan atau tidak.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial
dan menjadi prosedur investigasi awal ketika
penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang
difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau
gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses
lainnya.
2) Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah
tumornya berasal dari suatu metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun
multiple pada otak.
3) Pemeriksaan cairan
serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel
tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan
terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis
histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang
tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4)
Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis
kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan
informasi prognosis.
5) Angiografi Serebral
Memberikan
gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6) Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus
temporal pada waktu kejang.
8. KOMPLIKASI
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih
yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek massa yang mendesak
(space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau
intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang
disebabkan oleh ekspansi massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di
eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat
massa.
c. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan
singuli.
d. Epilepsi
f. Metastase ketempat lain
9. PROGNOSIS
Meskipun diobati, hanya sekitar 25%
penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih
baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya
tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita
meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk
kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
a. Penderita
yang berusia dibawah 45 tahun.
b. Penderita
astrositoma anaplastik.
c. Penderita
yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui pembedahan.
C. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.
Identitas pasien
dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis
kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk
RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.
Riwayat Kesehatan
Mengkaji keluhan
utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan pencetus
timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit
kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas
kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol, minum kopi atau minum obat-obatan.
3.
Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat
penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang
menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh
anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang bersifat genetik
maupun tidak.
4.
Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan prilaku
klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
5.
Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan
tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan
umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4
(Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1.
Pernafasan B1 (breath)
2.
Bentuk dada : normal
3.
Pola napas : tidak teratur
4.
Suara napas : normal
5.
Sesak napas : ya
6.
Batuk : tidak
7.
Retraksi otot bantu napas ; ya
8.
Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
9.
Kardiovaskular B2 (blood)
10.
Irama jantung : irregular
11.
Nyeri dada : tidak
12.
Bunyi jantung ; normal
13.
Akral : hangat
14.
Nadi : Bradikardi
15.
Tekanana darah Meningkat
16.
Persyarafan B3 (brain)
17.
Penglihatan (mata) : Penurunan
penglihatan, hilangnya ketajaman atau
diplopia.
18.
Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus
temporal
19.
Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak
biasanya, pada lobus frontal
20.
Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan
sensasi (parathesia atau anasthesia)
- Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
- Ekstremitas : Kelemahan atau paralisis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
- GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam
derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a. Eye
(respon membuka mata)
(4) : Spontan
(3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien
membuka mata).
(2) : Dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku
jari)
(1) : Tidak ada respon
b. Verbal (respon
verbal)
(5) : Orientasi baik
(4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering
bertanya berulang-ulang ) disorientasi
tempat dan waktu.
(3) : Kata-kata saja (berbicara tidak
jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…,
bapak…”)
(2) : Suara tanpa
arti (mengerang)
(1) : Tidak ada respon
c. Motor (respon
motorik)
(6) : Mengikuti perintah
(5) : Melokalisir nyeri (menjangkau &
menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
nyeri)
(4) : Withdraws (menghindar / menarik
extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
saat diberi rangsang nyeri)
(3) : Flexi abnormal (tangan satu atau
keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
extensi saat diberi rangsang
nyeri).
(2) : Extensi abnormal (tangan satu atau
keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
jari mengepal & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(1) : Tidak ada respon
21.
Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersihan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normal
- Uretra : normal
- Produksi urin: normal
22.
Pencernaan B5 (bowel)
1.
Nafsu makan : menurun
2.
Porsi makan : setengah
3.
Mulut : bersih
4.
Mukosa : lembap.
23.
Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1.
Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2.
Kondisi tubuh: kelelahan
6.
Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial.
2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penekanan medula oblongata.
3.
Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema
serebri.
4.
Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan efek
kemoterapi dan radioterapi.
5.
Berduka disfungsional b.d kehilangan atau
perubahan gaya hidup, perubahan
Penampilan.
6.
Ansietas b.d proses penyakitnya.
7. Intervensi keperawatan.
1.
Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan :Setelah diberikan
askep selama 3x24 jam, diharapkan nyeri yang
dirasakan pasien berkurang
dengan.
Kriteria hasil:
·
Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol,
·
Wajah pasien tidak meringis
Intervensi :
1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk dan meredakan.
Rasional: Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan
harus dijelaskan oleh pasien. Identifikasi
karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat
penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan
dari terapi yang diberikan.
2. Observasi
adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
Rasional; Merupakan
indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
3. Instruksikan pasien/keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
timbul.
Rasional; Pengenalan segera meningkatkan intervensi
dini dan dapat mengurangi beratnya
serangan.
4. Berikan kompres dingin pada kepala.
Rasional: Meningkatkan
rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
5. Kolaborasi untuk pemberian
analgetik sesuai indikasi.
Rasional: menurunkan nyeri
2. Gangguan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan: setelah diberikan askep
selama 3x24 jam, diharapkan gangguan perfusi
jaringan berkurang/hilang.
Kriteria hasil:
·
Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran
biasa/perbaikan.kognisi,dan
fungsi motorik/sensorik
·
Tanda-tanda vita stabil
Intervensi
:
1.
Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan
tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan
TIK
Rasional;untuk menentukan
pilihan intervensi yang tepat
2. Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
2. Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
Rasional: mengkaji
adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial
adanya peningkatan TIK
3. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
3. Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
Rasional: mengukur
kesadaran secara keseluruhan
4. Pantau tekanan darah
4. Pantau tekanan darah
Rasional: normalnya, autoregulasi mempertahankan
aliran darah otak yang konstan pada saat fluktasi tekanan darah sistemik
5. Evaluasi
: pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan
penglihatan kabur
Rasional: gangguan penglihatan yang dapat
diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, mempunyai konsekuensi
terhadap keamanan dan akan mempengaruhi intervensi
6. Pantau suhu
lingkungan sesuai indikasi
Rasional: demam dapat mencerminkan kerusakan
hipotalamus , selanjutnya akan terjadi peningkatan TIK
7. Pantau intake, output, dan ukur berat badan
sesuai indikasi
Rasional: bermanfaat sebagai indikator dari total
cairan tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan
8. Perhatikan adanya gelisah meningkat,
tingkah laku yang tidak sesuai
Rasional: petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK
Rasional: petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK
9. Hindari /batasi penggunaan restrein
Rasional: restrein mekanik dapat menambah
respons melawan yang akan
meningkatkan TIK .
10. Kolaborasi : Tinggikan
kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat
ditoleransi
Rasional: meningkatkan aliran balik vena
dari kepala, sehingga akan mengurangi
kongesti dan edema atau resiko terjadi
peningkatan TIK.
3.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam, Pola pernafasan kembali normal
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam, Pola pernafasan kembali normal
Kriteria Hasil :
1.
Pola nafas efekif
2.
GDA normal
3.
Tidak terjadi sianosis
Intervensi:
1.
Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Catat ketidakteraturan pernafasan.
Rasional:
Perubahan dapat menandakan awitan kompliasi pulmonal atau menandakan lokalisasi
keterlibatan otak. Pernapasan lambat , periode apnea dapat perlunya ventilasi
mekanis.
2.
Posisikan semi fowler.
Rasional:
Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat
jalan nafas.
3.
Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam.
Rasional:
Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.
Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
4.
Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi
dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal.
Rasional:
Mengidentifkasi adanya masalah paru atau obstruksi jalan nafas yang
membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan infeksi paru.
5.
Kolaborasi: Berikan terapi oksigen.
Rasional:
memenuhi oksigen dalam tubuh.
4. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah dan
tidak nafsu makan.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
-Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
-Nutrisi klien terpenuhi
- Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
1.
Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan
hangat.
Rasional; Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
Rasional; Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2.
Kaji kebiasaan makan klien.
Rasional: Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
Rasional: Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3.
Ajarkan teknik
relaksasi yaitu tarik napas dalam.
Rasional: Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
Rasional: Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4. Timbang
berat badan bila memungkinkan.
Rasional; Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
Rasional; Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
vitamin
Rasional: Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
Rasional: Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak
5. Berduka disfungsional b.d kehilangan atau
perubahan gaya hidup, perubahan penampilan
Tujuan: mampu
mengekspresikan apa yang diinginkan atau apa yang dirasakan secara terbuka.
Kriteria hasil: mampu
mendiskusikan kehilangan dan berpartisipasi dalam perencanaan dimasa datang.
Intervensi:
a. Kaji derajat penurunan tingkat koping pasien.
Rasional: informasi ini bermanfaat untuk memahami seberapa banyak
pasien mampu melakukan sesuatu untuk mempertahankan tingkat kemandiriannya yang
tertinggi dan untuk memberikan anjuran agar dapat membantu individu dalam mengatasi
kehilangan.
b. Hormati keinginan pasien untuk tidak berbicara.
Rasional: mungkin tidak siap
untuk menghadapi perasaan berduka.
c. Bersikap tulus, jangan memberikan jaminan yang
tidak pasti.
Rasional: ketulusan dapat meningkatkan hubungan saling percaya.
d. Berikan lingkungan yang terbuka dimana pasien
merasa bebas untuk dapat mendiskusikan perasaan dan masalah secara realistis.
Rasional: kemampuan komunikasi terapeutik seperti aktif mendengarkan,
diam, selalu bersedia, dan pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk
berbicara secara bebas dan berhadapan dengan perasaan.
e. Identifikasi tingkat rasa duka/disfungsi
Rasional: kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai
pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
1) Penyangkalan: waspada terhadap tingkah laku
menghindar, rasa marah, menarik diri. Izinkan pasien untuk berbicara mengenai
apa yang menjadi pilihannya dan tidak mencoba untuk memaksa pasien ”menghadapi
fakta”.
Rasional: menolak realita adalah fase penting dimana pasien akan
melindungi dirinya dari rasa sakit dan realita mengenai ancaman kehilangan.
2) Marah: catat tingkah laku menarik diri, kurangnya
kerja sama, dan ekspresi langsung marah. Pahami bahasa tubuh dan kaji artinya
dengan pasien. Dorong/izinkan verbalisasi rasa marah dengan menghargai perasaan
dan persiapan batas-batas mengenai tingkah laku yang destruktif.
Rasional: penolakan akan menimbulkan perasaan marah, gusar, bersalah,
benci. Pasien akan menemukan bahwa sulit untuk menunjukkan rasa marah secara
langsung dan mungkin akan merasa bersalah mengenai rasa marah. Meskipun staf
sulit untuk berhadapan dengan tingkah laku marah, penerimaan akan hal tersebut
akan membuat pasien dapat mengatasi rasa marah dan mengarah pada tingkah laku
koping yang lebih efektif.
3) Tawar menawar: hati-hati terhadap pernyataan
seperti”...jika saya melakukan hal ini, maka akan menyelesaikan masalah”.
Izinkan verbalisasi tanpa konfrontasi mengenai realita.
Rasional: tawar menawar dengan pemberi perawatan atau Tuhan seringkali
terjadi, mungkin berguna untuk memilai resolusi dan penerimaan. Pasien mungkin
dapat mengatasi rasa bersalah mengenai hal-hal yang dilakukan dan yang tidak
dilakukan.
4) Depresi: berikan pasien izin dimana dia berada,
berikan kenyamanan dan juga perawatan untuk kebutuhan fisik.
Rasional: jika pasien tidak lagi dapat menolak realita kehilangan,
perasaan tidak berdaya dan putus asa akan menggantikan rasa marah. Pasien
membutuhkan informasi bahwa hal ini adalah perkembangan perasaan yang normal.
5) Penerimaan: menghargai kebutuhan pasien dan
harapannya untuk ketenangan, privasi dan berbicara.
Rasional: setelah melewati penyangkalan, rasa marah dan depresi, pasien
seringkali memilih untuk sendiri dan tidak ingin banyak berbicara pada saat
itu. Pasien mungkin masih memiliki sedikit harapan yang dapat mendukungnya
terhadap apapun yang terjadi saat itu.
f. Dengarkan dengan aktif pandangan pasien dan selalu
sedia untuk membantu jika diperlukan.
Rasional: proses berduka tidak berjalan dalam cara yang teratur, tetapi
fluktuasinya dengan berbagai aspek dari berbagai tingkat yang muncul pada suatu
kesempatan. Jika prosesnya bersifat disfungsional atau perpanjangan, intervensi
yang lebih agresif mungkin dibutuhkan untuk mempermudah proses.
g. Identifikasi dan solusi pemecahan masalah untuk
keberadaan respon fisik seperti makan, tidur dan aktivitas.
Rasional: mungkin dibutuhkan tambahan bantuan untuk berhadapan dengan
aspek-aspek fisik dari rasa berduka.
6. Ansietas b.d proses penyakitnya.
Tujuan: pasien memahami dan mendiskusikan rasa takut.
Kriteria hasil:
- Menunjukkan kewaspadaan akan perasaan ansietas dan
cara-cara sehat untuk menghadapinya
- Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan
sumber-sumber secara efektif.
Intervensi Keperawatan:
a) Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi
pernafasan.
Rasional: perubahan tanda vital mungkin menunjukkan ansietas yang
dialami pasien.
b) Pahami rasa takut/ansietas. Validasi observasi
dengan pasien, misalnya ”apakah anda takut?”
Rasional: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga
dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
c) Kaji tingkat/realita bahaya bagi pasien dan tingkt
ansietas dengan mengamati tingkah laku seperti tangan yang mencekram, mata yang
membesar, alis berkerut, penyerangan verbal/fisik.
Rasional; respon individu bervariasi tergantung kultural yang
dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar
perasaan.
d) Catat pembatasan fokus perhatian (mis, konsentrasi
pasien terhadap suatu hal pada waktu tertentu).
Rasional; penyempitan fokus umumnya merefleksikan rasa takut/ kepanikan
yang luar biasa.
e) Observasi isi dan pola pembicaraan: cepat/lambat,
tekanan, kata-kata yang digunakan, tertawa.
Rasional: menyediakan petunjuk mengenai faktor-faktor seperti tingkat
ansietas, kemampuan untuk memahami kerusakan otak ataupun kemungkinan perbedaan
bahasa.
f) Nyatakan realita dari situasi seperti apa yang
dilihat pasien, tanpa mempertanyakan apa yang dipercaya.
Rasional; pasien mungkin perlu menolak realitas sampai siap untuk
menghadapinya. Sangat tidak berguna untuk memaksa pasien menghadapi kenyataan.
g) Evaluasi mekanisme koping yang digunakan untuk
berhadapan dengan perasaan ataupun ancaman yang sesungguhnya.
Rasional: penolakan dan regresi mungkin dapat
membantu mekanisme koping.
h) Ulangi mekanisme koping yang digunakan pada waktu
lampau, misalnya kemampuan memecahkan masalah, pengenalan/permintaan bantuan.
Rasional: memberi kesempatan untuk membangun sumber yang dapat
digunakan secara baik oleh pasien.
i) Pertahankan kontak dengan pasien atau orang
terdekat. Selalu sedia untuk mendengarkan dan bicara jika dibutuhkan.
Rasional: memantapkan hubungan, meningkatkan ekspresi perasaan dan
membantu pasien dan orang terdekat untuk melihat realita.
j) Identifikasi cara-cara dimana pasien mendapat
bantuan jika dibutuhkan.
Rasional; memberikan jaminan bahwa staf
bersedia untuk membantu.
k) Temani atau atur supaya ada seseorang bersama
pasien.
Rasional; dukungan yang terus menerus membantu pasien memperoleh
kembali kontrol lokus internal dan mengurangi ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
l) Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan
pasien. Menjawab pertanyaan dengan bebas dan jujur dengan bahasa yang mudah
dimengerti.
Rasional: informasi yang kompleks atau informasi yang menimbulkan
ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi, dan pada waktu
kesempatan meningkat dan fakta telah diberikan, individu akan menerima untuk
apa mereka telah siap.
m) Hindari
harapan kosong, misalnya pernyataan semua akan berjalan lancar. Lebih baik
menyediakan informasi yang spesifik seperti denyut jantung anda teratur, rasa
sakit dapat dengan mudah dikontrol dan itu yang kita inginkan.
Rasional: harapan palsu akan diinterpretasikan sebagai kurangnya
pemahaman atau kejujuran.
n) Gunakan sentuhan, sentuhan terapeutik, masase dan
terapi lainnya sesuai indikasi.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia, penurunan rasa
terisolasi dan membantu pasien untuk mengurangi perasaan kuatir. Sentuhan
terapeutik adalah metode menggunakan tangan secara langsung ke arah kekuatan
manusia untuk membantu ataupun untuk menyembuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Mansjoer, arif, et all (2000). Kapita
selekta kedokteran. Jilid II. Medika Aeskulapius FKUI: Jakarta.
Price, S. A., &
Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi:
konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC
http://nersfebri.wordpress.com/2012/04/01/asuhan-keperawatan-askep-tumor-otak/
diunduh tanggal 10-12-2012 pukul 17.22.
http://rastirainia.wordpress.com/2010/02/15/laporan-pendahuluan-asuhan-keperawatan-pada-pasien-tumor-otak/.
diunduh tanggal 10-12-2012 pukul 17.42.
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35597-Keperawatan
Neurobehaviour-Askep%20Tumor%20Otak.html. diunduh tanggal 10-12-2012 pukul 18.22.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar