Kamis, 24 Oktober 2013

TUMOR OTAK



Oleh : Ns. Liana Sriulina Br S, S.Kep
TUMOR  OTAK


A. TINJAUAN TEORITIS MEDIS
1.      DEFENISI
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak (Price, 2005). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase.  Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase) seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak sekunder (Mayer. SA,2002).
Tekanan intra kranial ( TIK ) adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi otak, cairan serebrospinal (CSS) dan volume darah otak. Sedangkan peningkatan intra kranial (PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience. Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi, maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta kematian.

Klasifikasi Tumor Otak
            Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Berdasarkan Jenis Tumor
a. Jinak
1.  Acoustic neuroma
2.  Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3.    Pituitary adenoma.
4.    Astrocytoma (grade I)

b. Malignant
1.   Astrocytoma (grade 2,3,4)
    2.   Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat muncul  hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
3. Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa. Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk prognosisnya.

Berdasarkan Lokasi
a.  Tumor Supratentorial
     Hemisfer otak, terbagi lagi :
1)   Glioma :
                      i. Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di hemisfer   otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui korpus kolosum.
                       ii.  Astroscytoma
                      iii. Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma tetapi terdiri   dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.

  2)  Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena adanya pseudo kapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge (20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik sampai berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika (tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge) tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan visus yang progresif.

b. Tumor Infratentorial
    Schwanoma akustikus
   c. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga bermetastasis ke otak.
1) Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari meningen, sel-sel    mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura.
2)   Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum.

2.      ETIOLOGI
Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui secara pasti walaupun telah banyak penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor yang mendukung adalah:
1)  Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan kecuali pada meningioma, astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-Weber yang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.

2) Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.

3) Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.

4) Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.

5) Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang dilakukan pada hewan.

6) Trauma Kepala


3.      MANIFESTASI KLINIK
·       Gejala serebral umum
 Dapat berupa perubahan mental yang ringan (Psikomotor asthenia), yang dapat dirasakan oleh keluarga dekat penderita berupa: mudah tersinggung, emosi, labil, pelupa, perlambatan aktivitas mental dan sosial, kehilangan inisiatif dan spontanitas, mungkin ditemukan ansietas dan depresi. Gejala ini berjalan progresif dan dapat dijumpai pada 2/3 kasus.
1.      Nyeri Kepala
Diperkirakan 1% penyebab nyeri kepala adalah tumor otak dan 30% gejala awal tumor otak adalah nyeri kepala. Sedangkan gejala lanjut diketemukan 70% kasus. Sifat nyeri kepala bervariasi dari ringan dan episodik sampai berat dan berdenyut, umumnya bertambah berat pada malam hari dan pada saat bangun tidur pagi serta pada keadaan dimana terjadi peninggian tekanan tinggi intrakranial. Adanya nyeri kepala dengan psikomotor asthenia perlu dicurigai tumor otak.
      2.   Muntah
Terdapat pada 30% kasus dan umumnya meyertai nyeri kepala. Lebih sering dijumpai pada tumor di fossa posterior, umumnya muntah bersifat proyektif dan tak disertai dengan mual.
3.   Kejang            
Bangkitan kejang dapat merupakan gejala awal dari tumor otak pada 25% kasus, dan lebih dari 35% kasus pada stadium lanjut. Diperkirakan 2% penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak. Perlu dicurigai penyebab bangkitan kejang adalah tumor otak bila:
·           Bangkitan kejang pertama kali pada usia lebih dari 25 tahun
·           Mengalami post iktal paralisis
·           Mengalami status epilepsi
·           Resisten terhadap obat-obat epilepsi
·           Bangkitan disertai dengan gejala TTIK lain
·           Bangkitan kejang ditemui pada 70% tumor otak dikorteks, 50% pasien
       dengan astrositoma, 40% pada pasen meningioma, dan 25% pada          
       glioblastoma.
                   4. Gejala Tekanan Tinggi Intrakranial
            Berupa keluhan nyeri kepala di daerah frontal dan oksipital yang timbul pada pagi hari dan malam hari, muntah proyektil dan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan diketemukan pupil udema. Keadaan ini perlu tindakan segera karena setiap saat dapat timbul ancaman herniasi. Selain itu dapat dijumpai parese N.VI akibat teregangnya N.VI oleh TTIK. Tumor-tumor yang sering memberikan gejala TTIK tanpa gejala-gejala fokal maupun lateralisasi adalah meduloblatoma, spendimoma dari ventrikel III, haemangioblastoma serebelum dan craniopharingioma.
   
                  Gejala spesifik tumor otak yang berhubungan dengan lokasi:
     1. Lobus frontal
·   Menimbulkan gejala perubahan kepribadian
·   Bila tumor menekan jaras motorik menimbulkan hemiparese kontra lateral,
   kejang fokal
·   Bila menekan permukaan media dapat menyebabkan inkontinentia
·   Bila tumor terletak pada basis frontal menimbulkan sindrom foster kennedy
·   Pada lobus dominan menimbulkan gejala afasia
     2.  Lobus parietal
·   Dapat menimbulkan gejala modalitas sensori kortikal hemianopsi homonym
·  Bila terletak dekat area motorik dapat timbul kejang fokal dan pada girus angularis menimbulkan gejala sindrom gerstmann’s
3. Lobus temporal
·  Akan menimbulkan gejala hemianopsi, bangkitan psikomotor, yang didahului dengan aura atau halusinasi
·  Bila letak tumor lebih dalam menimbulkan gejala afasia dan hemiparese
·  Pada tumor yang terletak sekitar basal ganglia dapat diketemukan gejala choreoathetosis, parkinsonism.
     4. Lobus oksipital
·  Menimbulkan bangkitan kejang yang dahului dengan gangguan penglihatan
·  Gangguan penglihatan yang permulaan bersifat quadranopia berkembang menjadi hemianopsia, objeckagnosia.
     5. Tumor di ventrikel ke III
·  Tumor biasanya bertangkai sehingga pada pergerakan kepala menimbulkan obstruksi dari cairan serebrospinal dan terjadi peninggian tekanan intrakranial mendadak, pasien tiba-tiba nyeri kepala, penglihatan kabur, dan penurunan kesadaran.
    6. Tumor di cerebello pontin angie
·  Tersering berasal dari N VIII yaitu acustic neurinoma
·  Dapat dibedakan dengan tumor jenis lain karena gejala awalnya berupa gangguan fungsi pendengaran
·  Gejala lain timbul bila tumor telah membesar dan keluar dari daerah pontin angel
   7. Tumor Hipotalamus
·       Menyebabkan gejala TTIK akibat oklusi dari foramen Monroe
·       Gangguan fungsi hipotalamus menyebabkan gejala: gangguan perkembangan seksual pada anak-anak, amenorrhoe, dwarfism, gangguan cairan dan elektrolit, bangkitan.
   8. Tumor di cerebelum
·       Umumnya didapat gangguan berjalan dan gejala TTIK akan cepat terjadi disertai dengan papil udem
·       Nyeri kepala khas didaerah oksipital yang menjalar ke leher dan spasme dari otot-otot servikal
               9. Tumor fosa posterior
·       Ditemukan gangguan berjalan, nyeri kepala dan muntah disertai dengan nystacmus, biasanya merupakan gejala awal dari medulloblastoma.

4.      ANATOMI  FISIOLOGI

Otak merupakan satu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh. Otak terdapat dalam rongga tengkorak yang melindungi otak dari cedera.

Berdasarkan daerah atau lobus, otak terbagi menjadi 4 lobus yaitu : frontalis (untuk berpikir) temporalis  (menerima sensasi yang datang dari telinga), parietalis (sensasi perabaan, perubahan temperatur), oksipitalis (menerima sensasi dari mata).

Otak selain dilindungi oleh tengkorak juga dilindungi selaput yang disebut meningen berupa jaringan serabut penghubung yang  melindungi, mendukung dan memelihara otak. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu:

1.      Durameter

Membran luar yang liat, tebal, tidak elastis. Dura melekat erat dengan permukaan dalam tengkorak oleh karena bila dura robek dan tidak segera diperbaiki dengan sempurna maka akan timbul berbagai masalah. Dura mempunyai aliran darah yang kaya. Bagian tengah dan posterior di suplay oleh arteri munigen yang bercabang dari arteria karotis interna dan menyuplay fasa arterior arteria munigen yaitu cabang dari arteria oksipitalis menyuplay darah ke fasa posterior.

2.      Araknoid

Merupakan bagian membran tengah bersifat tipis, halus, elastis dan menyerupai sarang laba-laba. Membran  ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding araknoid terdapat pleksus khoroid yang bertanggung jawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Terdapat juga membran araknoid villi yang mengabsorbsi CSS. Pada orang dewasa normal CSS yang diproduksi 500 ml perhari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh villi.

3.      Piamater

4.      Membran yang paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas ke setiap lapisan daerah otak dan sangat kaya dengan pembuluh darah.

Otak merupakan organ kompleks yang dominasi cerebrum. Otak merupakan struktur kembar yaitu lateral simetris dan terdiri dari 2 bagian yang disebut hemisferium.

Belahan kiri dari cerebrum berkaitan dengan sisi kanan tubuh dan belahan kanan cerebrum berkaitan dengan sisi kiri tubuh.

 

Otak terbagi menjadi 3 bagian besar :

1.      Cerebrum (otak besar)

Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Substansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum dan substansia alba menutupi dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya komposisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan sel saraf  memenuhi kortex serebri, nukleus dan basal gangglia. Substansia alba terdiri dari sel-sel syaraf  yang menghubungkan bagian–bagian otak yang lain. Sebagian besar hemisfer serebri (telesefalon) tensi jaringan SSP. Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertinggi yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensia.

2.      Batang otak (trunkus serebri), terdiri dari :

·         Diensefalon, bagian batang otak paling atas terdapat di antara serebelum dan mesensepalon. Diensepalon berfungsi untuk vasokontruktor (mengecilkan pembuluh darah), respiratory (membantu proses pernapasan), mengontrol kegiatan reflek dan membantu pekerjaan jantung.

·         Mesensefalon, berfungsi sebagai membantu pergerakan mata dan mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat pergerakan mata.

·         Pons varoli, sebagai penghubung antara kedua bagian serebellum dan juga medula oblongata dengan serebellum pusat saraf nervus trigeminus.

·         Medula oblongata, bagian batang otak yang paling bawah yang berfungsi untuk mengontrol pekerjaan jantung, mengecilkan pembuluh darah, pusat pernapasan dan mengontrol kegiatan refleks.

·         Serebelum

Terletak dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang menyerupai atap tenda yaitu tentoreum yang memisahkan dari bagian posterior serebrum.

Semua aktivitas serebrum berada dibawah kesadaran fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus-tonus kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.

·         Diensefalon

Istilah yang digunakan untuk menyatakan struktur-struktur disekitar vertikel dan membentuk inti bagian dalam serebrum. Diensefalon memproses rangsang sensorik dan membantu memulai atau memodifikasi reaksi tubuh terhadap rangsang-rangsang tersebut.

Diensefalon dibagi menjadi 4 wilayah yaitu :

a.       Talamus

Ø  Berfungsi sebagai pusat sensorik primitif (dapat merasakan nyeri, tekanan, rabaan getar dan suhu yang ekstrim secara samar-samar).

Ø  Berperan penting dalam integrasi ekspresi motorik oleh karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama dalam korteks motorik serebri, serebelum dan ganglia basalis.

b.      Hipotalamus

Letak dibawah talamus

Ø  Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi.

Ø  Berperan penting dalam pengaturan hormon (hormon anti diuretik dan okstoksin disintesis dalam nukleus yang terletak dalam hipotalamus).

Ø  Pengaturan cairan tubuh dan susunan elektrolit, suhu tubuh, fungsi endokrin dari tingkah laku seksual dan reproduksi normal dan ekspresi ketenangan atau kemarahan, lapar dan haus.

c.       Subtalamus

Merupakan nukleus ekstrapiramidal diensefalon yang fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia dramatis yang disebut hemibalismus.

d.      Epitalamus

Berupa pita sempit jaringan saraf yang membentuk atap diensefalon. Epitalamus berhubungan dengan sistem limbik dan agaknya berperan pada beberapa dorongan emosi dasar dan ingarasi informasi olfaktorius.



5.      PATOFISIOLOGI
Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien. Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala neurologik pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh 2 faktor gangguan fokal, disebabkan oleh tumor dan tekanan intrakranial. Gangguan fokal terjadi apabila penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi/invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat.  Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan cerebrovaskuler primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinalis dari ventrikel laseral ke ruang subarakhnoid menimbulkan hidrocepalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume darah intra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus atau serebelum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporalis bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak. Herniasi menekan ensefalon menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf ketiga. Pada herniasi serebelum sebelum bergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranial yang cepat adalah bradicardi progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan).

6.      PENATALAKSANAAN PENGOBATAN MEDIK

            Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1.     Usia
2.     General Health
3.     Ukuran Tumor
4.     Lokasi Tumor
5.     Jenis Tumor
Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya, yaitu
a. Surgery
               Terapi Pre-Surgery :
               Steroid: Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
               Anticonvulsant: Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti carbamazepine
               Shunt: Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal
Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor. Pembedahan pada   tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut sehingga akan diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada penderita.


         b.  Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan radioterapi.
              
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis tinggi radiasi diharapkan dapat meng-radiasi semua sel tumor. Namun demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat disekitarnya. Semakin sedikit jaringan sehat yang terkena maka semakin tinggi dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
              
  Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor sementara   metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi juga digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma hipofisis.

           c. Chemotherapy
 Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu atau  dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt. Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan atau tidak.

7.      PEMERIKSAAN PENUNJANG
1)  CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi awal  ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun proses lainnya.
2)  Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis yang  akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3)  Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4)  Biopsi stereotaktik 
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5)  Angiografi Serebral
     Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6)  Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

8.      KOMPLIKASI
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga menambah efek massa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
b. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansi massa dalam rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
c. Herniasi Otak
    Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
d. Epilepsi
f. Metastase ketempat lain

9.      PROGNOSIS
Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan pada:
 a.   Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.
 b.   Penderita astrositoma anaplastik.
c.    Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui      pembedahan.



C. TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN
1.         Identitas pasien dan penanggung jawab
Identitas pasien diisi mencakup nama, umur, jenis kelamin, status pernikahan, Agama, pendidikan, pekerjaan,suku bangsa, tgl masuk RS, alamat. Untuk penangung jawab dituliskan nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2.         Riwayat Kesehatan
 Mengkaji keluhan utama apa yang menyebabkan pasien dirawat. Apakah penyebab dan pencetus timbulnya penyakit, bagian tubuh yang mana yang sakit, kebiasaan saat sakit kemana minta pertolongan, apakah diobati sendiri atau menggunakan fasilitas kesehatan. Apakah ada alergi, apakah ada kebiasaan merokok, minum alkohol,  minum kopi atau minum obat-obatan.
3.            Riwayat Penyakit
Penyakit apa yang pernah diderita oleh pasien, riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah di derita oleh pasien yang menyebabkan pasien dirawat. Adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain yang bersifat genetik maupun tidak.
4.         Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan prilaku klien, perubahan mental, kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.
5.         Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).

1.         Pernafasan B1 (breath)
2.         Bentuk dada : normal
3.         Pola napas : tidak teratur 
4.         Suara napas : normal
5.         Sesak napas : ya
6.         Batuk : tidak
7.         Retraksi otot bantu napas ; ya
8.         Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
9.         Kardiovaskular B2 (blood)
10.     Irama jantung : irregular
11.     Nyeri dada : tidak
12.     Bunyi jantung ; normal
13.     Akral : hangat
14.     Nadi : Bradikardi
15.     Tekanana darah Meningkat
16.     Persyarafan B3 (brain)
17.     Penglihatan (mata)     : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman atau    
       diplopia.
18.     Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
19.     Penciuman (hidung)  : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus frontal
20.     Pengecapan (lidah)    : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia)
    1. Afasia    : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
    2. Ekstremitas       : Kelemahan atau paralisis genggaman tangan tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
    3. GCS     : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
a.   Eye (respon membuka mata)
                 (4) : Spontan
     (3) : Dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
     (2) : Dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku   
             jari)
     (1) : Tidak ada respon
             b. Verbal (respon verbal)
    (5) : Orientasi baik
    (4) : Bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi
            tempat dan waktu.
    (3) : Kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak
           dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
    (2) : Suara tanpa arti (mengerang)
    (1) : Tidak ada respon
             c.  Motor (respon motorik)
     (6) : Mengikuti perintah
     (5) : Melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang
             nyeri)
     (4) : Withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus
              saat diberi rangsang nyeri)
      (3) : Flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki
              extensi saat diberi rangsang nyeri).
      (2) : Extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan
              jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
      (1) : Tidak ada respon
21.    Perkemihan B4 (bladder)
    1. Kebersihan : bersih
    2. Bentuk alat kelamin : normal
    3. Uretra : normal
    4. Produksi urin: normal
22.    Pencernaan B5 (bowel)
1.        Nafsu makan : menurun
2.        Porsi makan : setengah
3.        Mulut : bersih
4.        Mukosa : lembap.

23.    Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
1.          Kemampuan pergerakan sendi : bebas
2.          Kondisi tubuh: kelelahan

6.     Diagnosa Keperawatan
1.    Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
2.    Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula oblongata.
3.    Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
     intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
4.    Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan efek
     kemoterapi dan radioterapi.
5.    Berduka disfungsional b.d kehilangan atau perubahan gaya hidup, perubahan
     Penampilan.
6.    Ansietas b.d proses penyakitnya.


7.    Intervensi keperawatan.
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
    Tujuan :Setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan nyeri yang
                   dirasakan pasien berkurang dengan.
    Kriteria hasil:
·       Klien melaporkan nyeri berkurang/terkontrol,
·       Wajah pasien tidak meringis
                Intervensi :
               1. Teliti keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor yang  
    memperburuk dan meredakan.
Rasional: Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh pasien.  Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah, gelisah,   menangis/meringis, perubahan tanda vital.
Rasional; Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung yang dialami.
3. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri
    timbul.
Rasional; Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat mengurangi   beratnya serangan.
4. Berikan kompres dingin pada kepala.
Rasional: Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
5.  Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai indikasi.
      Rasional: menurunkan nyeri

       2.  Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan tekanan
 intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
           Tujuan: setelah diberikan askep selama 3x24 jam, diharapkan gangguan perfusi   
            jaringan berkurang/hilang.
            Kriteria hasil:
·            Pasien dapat mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan.kognisi,dan
       fungsi motorik/sensorik
·            Tanda-tanda vita stabil
Intervensi :
1.      Tentukan faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu, yang dapat menyebabkan penurunan perfusi dan potensial peningkatan TIK
Rasional;untuk menentukan pilihan intervensi yang tepat
2.   Catat status neurologi secara teratur, badingkan dengan nilai standart
  Rasional: mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial  
  adanya   peningkatan TIK
3.   Kaji respon motorik terhadap perintah sederhana
Rasional: mengukur kesadaran secara keseluruhan
4.  Pantau tekanan darah
Rasional: normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat fluktasi tekanan darah sistemik
5.    Evaluasi : pupil, keadaan pupil, catat ukuran pupil, ketajaman pnglihatan dan   penglihatan kabur
Rasional: gangguan penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan akan mempengaruhi intervensi
6. Pantau suhu lingkungan sesuai indikasi
Rasional: demam dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus , selanjutnya akan terjadi peningkatan TIK
7.  Pantau intake, output, dan ukur berat badan sesuai indikasi
Rasional: bermanfaat sebagai indikator dari total cairan tubuh yang terintegrasi dengan perfusi jaringan
8. Perhatikan adanya gelisah meningkat, tingkah laku yang tidak sesuai
Rasional: petunjuk nonverbal ini mengindikasikan adanya peningkatan TIK
9. Hindari /batasi penggunaan restrein
    Rasional: restrein mekanik dapat menambah respons melawan yang akan
    meningkatkan TIK .
10. Kolaborasi : Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai indikasi yang dapat   
      ditoleransi
       Rasional: meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi
       kongesti dan edema atau resiko terjadi peningkatan TIK.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula oblongata.
Tujuan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 3x24jam, Pola pernafasan kembali normal
            Kriteria Hasil :
1.      Pola nafas efekif
2.      GDA normal
3.      Tidak terjadi sianosis
Intervensi:
1.       Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan pernafasan.
Rasional: Perubahan dapat menandakan awitan kompliasi pulmonal atau menandakan lokalisasi keterlibatan otak. Pernapasan lambat , periode apnea dapat perlunya ventilasi mekanis.
2.      Posisikan semi fowler.
Rasional: Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
3.      Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam.
Rasional: Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.
4.      Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal.
Rasional: Mengidentifkasi adanya masalah paru atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan infeksi paru.
5.       Kolaborasi: Berikan terapi oksigen.
Rasional: memenuhi oksigen dalam tubuh.

4.  Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,  
 muntah dan tidak nafsu makan.
Tujuan :  setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:
-Nutrisi klien terpenuhi
-  Mual berkurang sampai dengan hilang.
Intervensi :
1.    Hidangkan makanan dalam porsi kecil tapi sering dan hangat.
Rasional;  Makanan yang hangat menambah nafsu makan.
2.    Kaji kebiasaan makan klien.
Rasional:  Jenis makanan yang disukai akan membantu meningkatkan nafsu makan klien.
3.     Ajarkan teknik relaksasi yaitu tarik napas dalam.
Rasional: Tarik nafas dalam membantu untuk merelaksasikan dan mengurangi mual.
4.    Timbang berat badan bila memungkinkan.
 Rasional;  Untuk mengetahui kehilangan berat badan.
5.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin
 Rasional:  Mencegah kekurangan karena penurunan absorsi vitamin larut dalam lemak

5. Berduka disfungsional b.d kehilangan atau perubahan gaya hidup, perubahan penampilan
     Tujuan: mampu mengekspresikan apa yang diinginkan atau apa yang dirasakan secara terbuka.
     Kriteria hasil: mampu mendiskusikan kehilangan dan berpartisipasi dalam perencanaan dimasa datang.
Intervensi:
a.    Kaji derajat penurunan tingkat koping pasien.
Rasional: informasi ini bermanfaat untuk memahami seberapa banyak pasien mampu melakukan sesuatu untuk mempertahankan tingkat kemandiriannya yang tertinggi dan untuk memberikan anjuran agar dapat membantu individu dalam mengatasi kehilangan.
b.    Hormati keinginan pasien untuk tidak berbicara.
     Rasional: mungkin tidak siap untuk menghadapi perasaan berduka.
c.    Bersikap tulus, jangan memberikan jaminan yang tidak pasti.
Rasional: ketulusan dapat meningkatkan hubungan saling percaya.
d.   Berikan lingkungan yang terbuka dimana pasien merasa bebas untuk dapat mendiskusikan perasaan dan masalah secara realistis.
Rasional: kemampuan komunikasi terapeutik seperti aktif mendengarkan, diam, selalu bersedia, dan pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk berbicara secara bebas dan berhadapan dengan perasaan.
e.    Identifikasi tingkat rasa duka/disfungsi
Rasional: kecermatan akan memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa duka dalam berbagai cara yang berbeda.
1)   Penyangkalan: waspada terhadap tingkah laku menghindar, rasa marah, menarik diri. Izinkan pasien untuk berbicara mengenai apa yang menjadi pilihannya dan tidak mencoba untuk memaksa pasien ”menghadapi fakta”.
Rasional: menolak realita adalah fase penting dimana pasien akan melindungi dirinya dari rasa sakit dan realita mengenai ancaman kehilangan.
2)   Marah: catat tingkah laku menarik diri, kurangnya kerja sama, dan ekspresi langsung marah. Pahami bahasa tubuh dan kaji artinya dengan pasien. Dorong/izinkan verbalisasi rasa marah dengan menghargai perasaan dan persiapan batas-batas mengenai tingkah laku yang destruktif.
Rasional: penolakan akan menimbulkan perasaan marah, gusar, bersalah, benci. Pasien akan menemukan bahwa sulit untuk menunjukkan rasa marah secara langsung dan mungkin akan merasa bersalah mengenai rasa marah. Meskipun staf sulit untuk berhadapan dengan tingkah laku marah, penerimaan akan hal tersebut akan membuat pasien dapat mengatasi rasa marah dan mengarah pada tingkah laku koping yang lebih efektif.
3)   Tawar menawar: hati-hati terhadap pernyataan seperti”...jika saya melakukan hal ini, maka akan menyelesaikan masalah”. Izinkan verbalisasi tanpa konfrontasi mengenai realita.
Rasional: tawar menawar dengan pemberi perawatan atau Tuhan seringkali terjadi, mungkin berguna untuk memilai resolusi dan penerimaan. Pasien mungkin dapat mengatasi rasa bersalah mengenai hal-hal yang dilakukan dan yang tidak dilakukan.
4)   Depresi: berikan pasien izin dimana dia berada, berikan kenyamanan dan juga perawatan untuk kebutuhan fisik.
Rasional: jika pasien tidak lagi dapat menolak realita kehilangan, perasaan tidak berdaya dan putus asa akan menggantikan rasa marah. Pasien membutuhkan informasi bahwa hal ini adalah perkembangan perasaan yang normal.
5)   Penerimaan: menghargai kebutuhan pasien dan harapannya untuk ketenangan, privasi dan berbicara.
Rasional: setelah melewati penyangkalan, rasa marah dan depresi, pasien seringkali memilih untuk sendiri dan tidak ingin banyak berbicara pada saat itu. Pasien mungkin masih memiliki sedikit harapan yang dapat mendukungnya terhadap apapun yang terjadi saat itu.
f.     Dengarkan dengan aktif pandangan pasien dan selalu sedia untuk membantu jika diperlukan.
Rasional: proses berduka tidak berjalan dalam cara yang teratur, tetapi fluktuasinya dengan berbagai aspek dari berbagai tingkat yang muncul pada suatu kesempatan. Jika prosesnya bersifat disfungsional atau perpanjangan, intervensi yang lebih agresif mungkin dibutuhkan untuk mempermudah proses.
g.    Identifikasi dan solusi pemecahan masalah untuk keberadaan respon fisik seperti makan, tidur dan aktivitas.
Rasional: mungkin dibutuhkan tambahan bantuan untuk berhadapan dengan aspek-aspek fisik dari rasa berduka.


6. Ansietas b.d proses penyakitnya.
Tujuan: pasien memahami dan mendiskusikan rasa takut.
Kriteria hasil:
-       Menunjukkan kewaspadaan akan perasaan ansietas dan cara-cara sehat untuk menghadapinya
-       Menunjukkan pemecahan masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif.
Intervensi Keperawatan:
a)    Catat palpitasi, peningkatan denyut/frekuensi pernafasan.
Rasional: perubahan tanda vital mungkin menunjukkan ansietas yang dialami pasien.
b)   Pahami rasa takut/ansietas. Validasi observasi dengan pasien, misalnya ”apakah anda takut?”
Rasional: perasaan adalah nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan menghadapinya.
c)    Kaji tingkat/realita bahaya bagi pasien dan tingkt ansietas dengan mengamati tingkah laku seperti tangan yang mencekram, mata yang membesar, alis berkerut, penyerangan verbal/fisik.
Rasional; respon individu bervariasi tergantung kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
d)   Catat pembatasan fokus perhatian (mis, konsentrasi pasien terhadap suatu hal pada waktu tertentu).
Rasional; penyempitan fokus umumnya merefleksikan rasa takut/ kepanikan yang luar biasa.
e)    Observasi isi dan pola pembicaraan: cepat/lambat, tekanan, kata-kata yang digunakan, tertawa.
Rasional: menyediakan petunjuk mengenai faktor-faktor seperti tingkat ansietas, kemampuan untuk memahami kerusakan otak ataupun kemungkinan perbedaan bahasa.
f)    Nyatakan realita dari situasi seperti apa yang dilihat pasien, tanpa mempertanyakan apa yang dipercaya.
Rasional; pasien mungkin perlu menolak realitas sampai siap untuk menghadapinya. Sangat tidak berguna untuk memaksa pasien menghadapi kenyataan.
g)   Evaluasi mekanisme koping yang digunakan untuk berhadapan dengan perasaan ataupun ancaman yang sesungguhnya.
Rasional: penolakan dan regresi mungkin dapat membantu mekanisme koping.
h)   Ulangi mekanisme koping yang digunakan pada waktu lampau, misalnya kemampuan memecahkan masalah, pengenalan/permintaan bantuan.
Rasional: memberi kesempatan untuk membangun sumber yang dapat digunakan secara baik oleh pasien.
i)     Pertahankan kontak dengan pasien atau orang terdekat. Selalu sedia untuk mendengarkan dan bicara jika dibutuhkan.
Rasional: memantapkan hubungan, meningkatkan ekspresi perasaan dan membantu pasien dan orang terdekat untuk melihat realita.
j)     Identifikasi cara-cara dimana pasien mendapat bantuan jika dibutuhkan.
Rasional; memberikan jaminan bahwa staf bersedia untuk membantu.
k)   Temani atau atur supaya ada seseorang bersama pasien.
Rasional; dukungan yang terus menerus membantu pasien memperoleh kembali kontrol lokus internal dan mengurangi ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
l)     Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan pasien. Menjawab pertanyaan dengan bebas dan jujur dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional: informasi yang kompleks atau informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat dibatasi, dan pada waktu kesempatan meningkat dan fakta telah diberikan, individu akan menerima untuk apa mereka telah siap.
m)  Hindari harapan kosong, misalnya pernyataan semua akan berjalan lancar. Lebih baik menyediakan informasi yang spesifik seperti denyut jantung anda teratur, rasa sakit dapat dengan mudah dikontrol dan itu yang kita inginkan.
Rasional: harapan palsu akan diinterpretasikan sebagai kurangnya pemahaman atau kejujuran.
n)   Gunakan sentuhan, sentuhan terapeutik, masase dan terapi lainnya sesuai indikasi.
Rasional: membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia, penurunan rasa terisolasi dan membantu pasien untuk mengurangi perasaan kuatir. Sentuhan terapeutik adalah metode menggunakan tangan secara langsung ke arah kekuatan manusia untuk membantu ataupun untuk menyembuhkan.


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, M.E., Marry, F..M  and  Alice, C.G., 2000. Rencana  Asuhan  Keperawatan :  Pedoman  Untuk  Perencanaan  Dan  Pendokumentasian  Perawatan  Pasien. Jakarta, Penerbit  Buku  Kedokteran  EGC.

Mansjoer, arif, et all (2000). Kapita selekta kedokteran. Jilid II. Medika Aeskulapius FKUI: Jakarta.

Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. (ed.6). (vol.2). Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC

http://nersfebri.wordpress.com/2012/04/01/asuhan-keperawatan-askep-tumor-otak/ diunduh tanggal 10-12-2012 pukul 17.22.


http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35597-Keperawatan Neurobehaviour-Askep%20Tumor%20Otak.html. diunduh tanggal 10-12-2012 pukul 18.22.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar