Ns Liana Sriulina Br Sinulingga, S.Kep
GERONTIK
A.
Tinjauan Teoritis Medis
Latar Belakang
Proses
menua dalam kehidupan manusia merupakan hal wajar yang akan dialami oleh semua
orang yang dikaruniakan umur panjang, hanya saja cepat atau lambatnya proses menua
tergantung dari masing-masing individu. Secara individu, pada usia di atas 60
tahun terjadi proses penuaan secara alamiah, dimana terjadi masalah fisik,
mental, sosial, ekonomi dan psikologis. Hal ini akan menimbulkan berbagai
penyakit yang tidak menular atau akibat penuaan (degeneratif). Penyebab
kematian karena penyakit jantung, pembuluh darah dan tuberkulosa pada saat ini
menduduki urutan pertama pada kelompok lanjut usia, selanjutnya kanker dan
stroke (CVA). Oleh karena peran serta masyarakat dalam pembinaan kesehatan
lanjut usia perlu dikembangkan secara optimal.
Sebagai
seorang perawat professional yang memberikan bantuan kepada lanjut usia melalui
pendekatan proses keperawatan, perlu memperhatikan aspek pendekatan fisik,
psikis, sosial dan spiritual. Dalam hal ini perawat memberikan bantuan,
bimbingan, pengawasan dan perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lanjut
usia secara individu maupun kelompok seperti di rumah atau lingkungan
keluarga, panti Wreda maupun Puskesmas.
Pengertian
Proses menua adalah suatu
proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki
diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat
bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita (Nugroho,
2000)
Batas-Batas
Lanjut Usia (dikutip
dari Ismayadi, 2004).
1.
Batasan usia menurut WHO meliputi :
·
usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok
usia 45 sampai 59 tahun.
·
lanjut usia (elderly), antara
60 sampai 74 tahun.
·
lanjut usia tua (old), antara 75 sampai 90
tahun.
·
usia sangat tua (very old),
diatas 90 tahun
2.
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 dinyatakan sebagai berikut :
“Seorang dapat dinyatakan
sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur
55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk
keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain”.
Saat ini berlaku UU No. 13
tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia yang berbunyi sebagai berikut: lansia
adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.
Tugas
Perkembangan pada Lanjut Usia.
Orang tua diharapkan
untuk menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan
secara bertahap. Mereka diharapkan mencari kegiatan untuk mengganti tugas-tugas
terdahulu yang menghabiskan sebagian besar waktu untuk bekerja ketika mereka masih
muda. Bagi beberapa orang berusia lanjut, kewajiban untuk menghadiri rapat yang
menyangkut kegiatan sosial sangat sulit dilakukan karena kesehatan dan
pendapatan mereka menurun setelah pensiun, mereka sering mengundurkan diri dari
kegiatan sosial. Disamping itu, sebagian besar orang berusia lanjut perlu
mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kehilangan pasangan, perlu
membangun ikatan dengan anggota dari kelompok usia mereka untuk menghindari
kesepian dan menerima kematian dengan tenang.
Teori
- Teori Penuaan dan Proses Menua
a. Teori Penuaan
a. Teori Penuaan
Dari sudut pandang
ilmiah, mengapa dan bagaimana tubuh kita mengalami penuaan masih merupakan
misteri yang terus menerus dicari jawabannya oleh para ilmuwan. Proses penuaan
itu sendiri dapat melingkupi adanya perubahan pada jaringan tubuh sampai dengan
perubahan mekanisme pada tingkat sel. Selama bertahun-tahun, banyak teori yang
berusaha menjelaskan mengenai proses ini dan perubahan-perubahan apa yang
menyebabkan penuaan.
Teori penuaan pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu teori Program dan Teori Wear and Tear.
1. Teori program, menekankan prinsip bahwa di dalam tubuh manusia terdapat
suatu jam biologis, mulai dari proses janin sampai pada kematian dalam suatu
Teori penuaan pada dasarnya terbagi menjadi dua kelompok, yaitu teori Program dan Teori Wear and Tear.
1. Teori program, menekankan prinsip bahwa di dalam tubuh manusia terdapat
suatu jam biologis, mulai dari proses janin sampai pada kematian dalam suatu
Model yang memiliki program yang sudah
“tercetak”. Peristiwa ini terprogram mulai dari tingkat sel sampai embrio,
janin, masa bayi dan anak-anak, remaja, dewasa menjadi tua dan akhirnya
meninggal.
Teori Program meliputi
pembatasan replikasi sel, proses imun, dan mekanisme neuroendokrin dari
penuaan. Pada suatu penelitian laboratorium diketahui bahwa sel normal memiliki
kapasitas yang terbatas untuk melakukan pembelahan yang terus menerus, hal
inilah yang terjadi pada sel-sel tubuh orang dewasa yang akhirnya menjadi tua
dan lemah, teori ini menjadi dasar dari teori pembatasan replikasi sel.
Mekanisme neuroendokrin mengatakan bahwa ketika manusia menjadi tua, tubuh
hanya mampu memproduksi hormon lebih sedikit akibatnya fungsi tubuh terganggu
dan muncul berbagai keluhan.
2. Teori Wear and Tear, menjelaskan bahwa
tubuh dan sel-selnya yang terlalu sering digunakan dan disalahgunakan secara terus
menerus akan menjadi lemah dan akan mengalami kerusakan dan akhirnya meninggal.
Organ tubuh seperti hati, lambung, ginjal, kulit dan yang lain akan menurun
fungsinya karena toksin di dalam makanan dan lingkungan yang kita terima setiap
hari, selain itu juga akibat dari konsumsi lemak, gula, kafein, nikotin,
alkohol yang berlebihan. Dan yang tidak kalah penting adalah akibar dari
paparan sinar matahari serta stress fisik dan psikis. Yang harus diingat adalah
bahwa kerusakan ini tidak terbatas pada organ, melainkan juga terjadi pada
tingkat sel.
Teori Proses Menua
A.
Teori Biologi
1.
Teori Seluler
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel yang akan membelah terlihat sedikit. Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan bertambahnya umur.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam, sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Sel cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.
Kemampuan sel hanya dapat membelah dalam jumlah tertentu dan kebanyakan sel-sel tubuh “diprogram” untuk membelah 50 kali. Jika sebuah sel pada lansia dilepas dari tubuh dan dibiakkan di laboratorium, lalu diobservasi, jumlah sel yang akan membelah terlihat sedikit. Hal ini akan memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan bertambahnya umur.
Pada beberapa sistem, seperti sistem saraf, sistem muskuloskeletal dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam, sistem itu tidak dapat diganti jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh karena itu, sistem tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri. Sel cenderung mengalami kerusakan dan akhirnya sel akan mati, dengan konsekuensi yang buruk karena sistem sel tidak dapat diganti.
2. Teori “Genetik Clock”
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai didalam nukleus (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit. Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi 20 tahun)
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat di Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995)
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies. Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi, kemudian menua, dan mati, bukan sitoplasmanya.
Menurut teori ini menua telah diprogram secara genetik untuk species-species tertentu. Tiap species mempunyai didalam nukleus (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak berputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit. Konsep genetik clock didukung oleh kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan harapan hidup yang nyata. (misalnya manusia; 116 tahun, beruang; 47 tahun, kucing 40 tahun, anjing 27 tahun, sapi 20 tahun)
Secara teoritis dapat dimungkinkan memutar jam ini lagi meski hanya untuk beberapa waktu dengan pangaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit atau tindakan-tindakan tertentu. Usia harapan hidup tertinggi di dunia terdapat di Jepang yaitu pria 76 tahun dan wanita 82 tahun (WHO, 1995)
Pengontrolan genetik umur rupanya dikontrol dalam tingkat seluler, mengenai hal ini Hayflck (1980) melakukan penelitian melalaui kultur sel ini vitro yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara kamampuan membelah sel dalam kultur dengan umur spesies. Untuk membuktikan apakah yang mengontrol replikasi tersebut nukleus atau sitoplasma, maka dilakukan trasplantasi silang dari nukleus. Dari hasil penelitian tersebut jelas bahwa nukleuslah yang menentukan jumla replikasi, kemudian menua, dan mati, bukan sitoplasmanya.
3.
Sintesis Protein (kolagen dan elastin)
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora & anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.
Jaringan seperti kulit dan kartilago kehilangan elastisitasnya pada lansia. Proses kehilangan elastisitas ini dihubungkan dengan adanya perubahan kimia pada komponen protein dalam jaringan tersebut. Pada lansia beberapa protein (kolagen dan kartilago, dan elastin pada kulit) dibuat oleh tubuh dengan bentuk dan struktrur yang berbeda dari protein yang lebih muda. Contohnya banyak kolagen pada kartilago dan elastin pada kulit yang kehilangan fleksibilitasnya serta menjadi lebih tebal, seiring dengan bertambahnya usia. (Tortora & anagnostakos, 1990) hal ini dapat lebih mudah dihubungkan dengan perubahan permukaan kulit yang kehilangan elastisitasnya dan cenderung berkerut, juga terjadinya penurunan mobilitas dan kecepatan pada sistem muskuloskeletal.
4. Keracunan Oksigen
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mangalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik. (Tortora, 2006)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
Teori tentang adanya sejumlah penurunan kemampuan sel didalam tubuh untuk mempertahankan diri dari oksigen yang mengandung zat racun dengan kadar yang tinggi, tanpa mekanisme pertahan diri tertentu.
Ketidak mampuan mempertahankan diri dari toksik tersebut membuat struktur membran sel mangalami perubahan dari rigid, serta terjadi kesalahan genetik. (Tortora, 2006)
Membran sel tersebut merupakan alat untuk memfasilitasi sel dalam berkomunikasi dengan lingkungannya yang juga mengontrol proses pengambilan nutrien dengan proses ekskresi zat toksik didalam tubuh. Fungsi komponen protein pada membran sel yang sangat penting bagi proses diatas, dipengaruhi oleh rigiditas membran tersebut. Konsekuensi dari kesalahan genetik adalah adanya penurunan reproduksi sel oleh mitosis yang mengakibatkan jumlah sel anak di semua jaringan dan organ berkurang. Hal ini akan menyebabkan peningkatan kerusakan sistem tubuh.
5.
Sistem Imun
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.
Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis dan hasil akhir penuaan, dalam pengertian biologis yang murni adalah benar. Terdapat perubahan yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara adaptif (homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis. Macam-macam stres dapat mencakup dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan akut)
Kemampuan sistem imun mengalami kemunduran pada masa penuaan. Walaupun demikian, kemunduran kemampuan sistem yang terdiri dari sistem limfatik dan khususnya sel darah putih, juga merupakan faktor yang berkontribusi dalam proses penuaan.
Mutasi yang berulang atau perubahan protein dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition). Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini akan dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.
Hasilnya dapat pula berupa reaksi antigen antibody yang luas mengenai jaringan-jaringan beraneka ragam, efek menua akan menyebabkan reaksi histoinkomtabilitas pada banyak jaringan. Salah satu bukti yang ditemukan ialah bertambahnya prevalensi auto antibodi bermacam-macam pada orang lanjut usia (Brocklehurst, 1987)
Disisi lain sistem imun tubuh sendiri daya pertahanannya mengalami penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap sel kanker menjadi menurun, sehingga sel kanker leluasa membelah-belah. Inilah yang menyebabkan kanker yang meningkat sesuai dengan meningkatnya umur.
Teori atau kombinasi teori apapun untuk penuaan biologis dan hasil akhir penuaan, dalam pengertian biologis yang murni adalah benar. Terdapat perubahan yang progresif dalam kemampuan tubuh untuk merespons secara adaptif (homeostatis), untuk beradaptasi terhadap stres biologis. Macam-macam stres dapat mencakup dehidrasi, hipotermi, dan proses penyakit. (kronik dan akut)
B. Teori Psikologis
1. Teori Pelepasan
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri lansia
merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur
sengaja dilakukan oleh
mereka, untuk melepaskan diri
dari masyarakat.
2. Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari aktivitas,
2. Teori Aktivitas
Teori aktivitas berpandangan bahwa walaupun lansia pasti terbebas dari aktivitas,
tetapi mereka secara bertahap
mengisi waktu luangnya dengan melakukan
aktivitas lain sebagai kompensasi
dan penyesuaian.
Penyebab
Proses Penuaan
Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang menurun kadarnya, proses glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stress dan penyebab sosial lain seperti kemiskinan. Kedua faktor ini saling terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab proses penuaan.
Tubuh kita membentuk suatu reaksi kimia kompleks yang membentuk suatu molekul kimia yang tidak stabil yang disebut radikal bebas. Molekul radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel yang sehat melalui suatu proses yang disebut dengan Oksidasi. Proses ini sama seperti proses yang kita lihat pada apel hijau yang berubah warna menjadi coklat atau logam tembaga yang berubah warna dari emas kemerahan menjadi biru kehijauan. Produksi radikal bebas ini dapat meningkat jumlahnya apabila kita sering terpapar oleh sinar matahari, merokok, polusi udara dan mengkonsumsi makanan yang rendah nilai gizinya. Produksi radikal bebas yang semakin meningkat dalam tubuh kita memberi kontribusi yang besar terhadap terjadinya proses penuaan berbagai organ tubuh.
Stres juga berperan besar pada semakin cepatnya proses penuaan terjadi. Stres dalam hal ini tidak hanya terkait dengan psikologis tetapi juga jasmani. Apabila tubuh kita mengalami kerusakan, maka tubuh akan mencoba untuk memulihkan diri sendiri. Pada batas tertentu tubuh dapat pulih namun tidak seratus persen dan tentu tidak pada semua kasus. Semakin sering tubuh kita mengalami stres maka makin kecil kemungkinan tubuh untuk pulih akibatnya tubuh semakin menua dan menjadi rentan terhadap penyakit. Apa yang menyebabkan tubuh kita tidak bisa sepenuhnya memulihkan kerusakan tadi, sebagian besar belum diketahui.
Banyak faktor yang menyebabkan setiap orang menjadi tua melalui proses penuaan. Pada dasarnya berbagai faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, hormon yang menurun kadarnya, proses glikosilasi, sistem kekebalan tubuh yang menurun dan juga faktor genetik. Sedangkan faktor eksternal adalah gaya hidup yang tidak sehat, diet yang tidak sehat, kebiasaan hidup yang salah, paparan polusi lingkungan dan sinar ultraviolet, stress dan penyebab sosial lain seperti kemiskinan. Kedua faktor ini saling terkait dan memainkan peran yang besar dalam penyebab proses penuaan.
Tubuh kita membentuk suatu reaksi kimia kompleks yang membentuk suatu molekul kimia yang tidak stabil yang disebut radikal bebas. Molekul radikal bebas ini dapat menyebabkan kerusakan pada sel yang sehat melalui suatu proses yang disebut dengan Oksidasi. Proses ini sama seperti proses yang kita lihat pada apel hijau yang berubah warna menjadi coklat atau logam tembaga yang berubah warna dari emas kemerahan menjadi biru kehijauan. Produksi radikal bebas ini dapat meningkat jumlahnya apabila kita sering terpapar oleh sinar matahari, merokok, polusi udara dan mengkonsumsi makanan yang rendah nilai gizinya. Produksi radikal bebas yang semakin meningkat dalam tubuh kita memberi kontribusi yang besar terhadap terjadinya proses penuaan berbagai organ tubuh.
Stres juga berperan besar pada semakin cepatnya proses penuaan terjadi. Stres dalam hal ini tidak hanya terkait dengan psikologis tetapi juga jasmani. Apabila tubuh kita mengalami kerusakan, maka tubuh akan mencoba untuk memulihkan diri sendiri. Pada batas tertentu tubuh dapat pulih namun tidak seratus persen dan tentu tidak pada semua kasus. Semakin sering tubuh kita mengalami stres maka makin kecil kemungkinan tubuh untuk pulih akibatnya tubuh semakin menua dan menjadi rentan terhadap penyakit. Apa yang menyebabkan tubuh kita tidak bisa sepenuhnya memulihkan kerusakan tadi, sebagian besar belum diketahui.
Perubahan-perubahan
yang Terjadi pada Lanjut Usia.
A. Perubahan-perubahan Fisik
1.
Sel.
a. Lebih sedikit
jumlahnya.
b. Lebih besar
ukurannya.
c. Berkurangnya jumlah
cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler.
d. Menurunnya proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati.
e. Jumlah sel otak
menurun.
f. Terganggunya
mekanisme perbaikan sel.
g. Otak menjadi atrofis
beratnya berkurang 5-10%.
2.
Sistem Persarafan.
a. Berat otak menurun
10-20%. (Setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya).
b. Cepatnya menurun
hubungan persarafan.
c. Lambat dalam respon
dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
d. Mengecilnya saraf
panca indra.Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciumdan perasa, lebih
sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
e. Kurang sensitif
terhadap sentuhan.
3. Sistem Pendengaran.
a. Presbiakusis (
gangguan dalam pendengaran ). Hilangnya kemampuan pendengaran
pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi,
suara yang tidak jelas, sulit mengerti
kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur
65 tahun.
b. Otosklerosis akibat
atrofi membran tympani .
c. Terjadinya
pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya keratin.
d. Pendengaran
bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan
jiwa/stres.
4. Sistem Penglihatan.
a. Timbul sklerosis dan
hilangnya respon terhadap sinar.
b. Kornea lebih berbentuk
sferis (bola).
c. Kekeruhan pada lensa
menyebabkan katarak.
d.
Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat dan susah melihat dalam cahaya
gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapangan pandang,
berkurang luas pandangannya.
g. Menurunnya daya membedakan
warna biru atau hijau.
5. Sistem Kardiovaskuler.
a. Elastisitas dinding aorta
menurun.
b. Katup jantung menebal dan
menjadi kaku.
c.
Kemampuan jantung memompa darah menurun, hal ini menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas
pembuluh darah, kurangnya efektivitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenisasi,. Perubahan
posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke
berdiri bisa menyebabkan tekanan darah
menurun, mengakibatkan pusing
mendadak.
e. Tekanan darah meninggi
akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
6. Sistem Pengaturan Temperatur Tubuh.
a. Temperatur tubuh menurun (
hipotermia ) secara fisiologis akibat metabolisme
yang menurun.
b. Keterbatasan refleks menggigil
dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya
aktivitas otot menurun.
7. Sistem Respirasi
a. Otot-otot pernafasan
kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
b. Menurunnya aktivitas dari
silia.
c. Paru-paru kehilangan
elastisitas, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun,
dan kedalaman bernafas menurun.
d. Alveoli ukuranya melebar
dari biasa dan jumlahnya berkurang.
e. Kemampuan untuk batuk
berkurang.
f. Kemampuan kekuatan otot
pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan
usia.
8. Sistem Gastrointestinal.
a.
Kehilangan gigi akibat Periodontal disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
b. Indera pengecap menurun,
hilangnya sensitivitas saraf pengecapm di lidah terhadap
rasa manis, asin, asam, dan pahit.
c. Eosephagus melebar.
d. Rasa lapar menurun, asam
lambung menurun.
e. Peristaltik lemah dan
biasanya timbul konstipasi.
f. Daya absorbsi melemah.
9. Sistem Reproduksi.
a. Menciutnya ovari dan uterus.
b. Atrofi payudara.
c. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
d. Kehidupan seksual dapat
diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi
kesehatan baik.
e. Selaput lendir vagina
menurun.
10.
Sistem Perkemihan.
a. Ginjal
b. Merupakan alat untuk
mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin, darah
yang masuk ke ginjal disaring di glomerulus
(nefron). Nefron menjadi atrofi dan
aliran darah ke ginjal menurun sampai 50%.
c. Otot-otot vesika urinaria
menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan
terkadang menyebabkan retensi urin pada
pria.
11.
Sistem Endokrin.
a. Produksi semua hormon
menurun.
b. Menurunnya aktivitas tyroid,
menurunnya BMR (Basal Metabolic Rate), dan
menurunnya daya pertukaran zat.
c. Menurunnya produksi
aldosteron.
d. Menurunya sekresi hormon
kelamin misalnya, progesteron, estrogen, dan
testosteron.
12.
Sistem Kulit ( Sistem Integumen )
a. Kulit mengerut atau keriput
akibat kehilangan jaringan lemak.
b. Permukaan kulit kasar dan
bersisik karena kehilangan proses keratinisasi, serta
perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel
epidermis.
c. Kulit kepala dan rambut
menipis berwarna kelabu.
d. Rambut dalam hidung dan
telinga menebal.
e. Berkurangnya elastisitas
akibat dari menurunya cairan dan vaskularisasi.
f. Pertumbuhan kuku lebih
lambat.
g. Kuku jari menjadi keras dan
rapuh, pudar dan kurang bercahaya.
h. Kelenjar keringat berkurang
jumlah dan fungsinya.
13.
Sistem Muskuloskletal
a. Tulang kehilangan density (
cairan ) dan makin rapuh.
b. Kifosis
c. Pergerakan pinggang, lutut,
dan jari-jari terbatas.
d. Persendiaan membesar dan
menjadi kaku.
e. Tendon mengerut dan
mengalami skelerosis.
f. Atrofi serabut otot (
otot-otot serabut mengecil ), menyebabkan seseorang bergerak
menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi
tremor.
g. Otot-otot polos tidak begitu
berpengaruh.
B. Perubahan-perubahan Mental.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
perubahan mental.
a. Perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. Kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (Hereditas)
e. Lingkungan
Kenangan (Memory).
a.
Kenangan jangka panjang:
Berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu mencakup
beberapa
perubahan.
b. Kenangan jangka pendek atau seketika: 0-10
menit, kenangan buruk.
IQ (Inteligentia Quantion).
a. Tidak berubah dengan informasi
matematika dan perkataan verbal.
b. Berkurangnya penampilan, persepsi
dan ketrampilan psikomotor, terjadi perubahan
pada daya membayangkan karena
tekanan-tekanan dari faktor waktu.
C. Perubahan-perubahan Psikososial.
a. Pensiun: nilai seseorang sering
diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan
dengan peranan dalam pekerjaan.
Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan
mengalami kehilangan-kehilangan,
antara lain :
1) Kehilangan finansial (income berkurang).
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan
posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian
(sense of awareness of mortality)
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu
memasuki rumah perawatan bergerak lebih
sempit.
d. Ekonomi akibat pemberhentian dari
jabatan (economic deprivation).
e. Meningkatnya biaya hidup pada
penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya
pengobatan.
f. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
g. Gangguan saraf pancaindra, timbul
kebutaan dan ketulian.
h. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan.
i. Rangkaian dari kehilangan, yaitu
kehilangan hubungan dengan teman-teman dan
family.
j. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik:
perubahan terhadap gambaran diri,
perubahan konsep diri.
D. Perkembangan Spritual.
a. Agama atau kepercayaan makin
terintegrasi dalam kehidupan (Maslow,1970)
b. Lansia makin matur dalam
kehidupan keagamaanya, hal ini terlihat dalam berfikir
dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan
Zentner,1970).
c. Perkembangan spiritual pada
usia 70 tahun menurut Folwer (1978), Universalizing,
perkembangan yang dicapai pada tingkat ini
adalah berpikir dan bertindak dengan
cara memberikan contoh cara mencintai
keadilan.
Masalah
Umum yang Unik Bagi Lanjut Usia.
1. Keadaan fisik lemah dan
tak berdaya, sehingga harus tergantung pada orang lain.
2. Status ekonominya
sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk melakukan berbagai perubahan
besar dalam pola hidupnya.
3. Menentukan kondisi
hidup yang sesuai dengan perubahan status ekonomi dan kondisi fisik
4. Mencari teman baru
untuk menggantikan suami atau isteri yang telah meninggal atau pergi jauh atau
cacat
5. Mengembangkan
kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang semakin bertambah
6. Belajar untuk
memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang dewasa
7. Mulai terlibat dalam
kegiatan masyarakat yang secara khusus direncanakan untuk orang dewasa
8. Mulai merasakan
kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk orang berusia lanjut dan memiliki
kemauan untuk mengganti kegiatan yang lebih cocok
9.
Menjadi korban atau dimanfaatkan oleh para penjual obat dan kriminalitas karena
mereka tidak sanggup lagi untuk mempertahankan diri
Penyakit Lanjut Usia Di Indonesia.
1. Penyakit
sistem paru dan kardiovaskuler.
a. Paru-paru
Fungsi paru-paru mengalami
kemunduran disebabkan berkurangnya elastisitas jaringan paru-paru dan dinding
dada, berkurangnya kekuatan kontraksi otot pernafasan sehingga menyebabkan
sulit bernafas. Infeksi sering diderita pada lanjut usia diantaranya pneumonia,
kematian cukup tinggi sampai 40 % yang terjadi karena daya tahan tubuh yang
menurun. Tuberkulosis pada lansia diperkirakan masih cukup tinggi.
b.
Jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler).
Pada orang lanjut usia, umumnya
besar jantung akan sedikit menurun. Yang paling banyak mengalami penurunan
adalah rongga bilik kiri, akibat semakin berkurangnya aktivitas dan juga
mengalami penurunan adalah besarnya sel-sel otot jantung hingga menyebabkan menurunnya
kekuatan otot jantung. Pada lansia, tekanan darah meningkat secara bertahap.
Elastisitas jantung pada orang berusia 70 tahun menurun sekitar 50 % dibanding
orang berusia 20 tahun. Tekanan darah pada wanita tua mencapai 170/90 mmHg dan
pada pria tua mencapai 160/100 mmHg masih dianggap normal.
Pada lansia banyak dijumpai
penyakit jantung koroner yang disebut jantung iskemi. Perubahan-perubahan yang
dapat dijumpai pada penderita jantung iskemi adalah pada pembuluh darah jantung
akibat arteriosklerosis serta faktor pencetusnya bisa karena banyak merokok,
kadar kolesterol tinggi, penderita diabetes mellitus dan berat badan berlebihan
serta kurang berolah raga.
Masalah lain pada lansia adalah
hipertensi yang sering ditemukan dan menjadi faktor utama penyebab stroke dan
penyakit jantung koroner.
2. Penyakit pencernaan
makanan.
Penyakit yang sering terjadi
pada saluran pencernaan lansia antara lain gastritis dan ulkus peptikum, dengan
gejala yang biasanya tidak spesifik, penurunan berat badan, mual-mual, perut
terasa tidak enak. Namun keluhan seperti kembung, perut terasa tidak enak
seringkali akibat ketidakmampuan mencerna makanan karena menurunnya fungsi
kelenjar pencernaan. Sembelit/konstipasi kurang nafsu makan juga sering
dijumpai.
3. Penyakit sistem urogenital.
Pada pria berusia lebih dari 50
tahun bisa terjadi pembesaran kelenjar prostat (hipertrofi prostat), yang
mengakibatkan gangguan buang air kecil, sedang pria lanjut usia banyak dijumpai
kanker pada kelenjar prostat.
Pada wanita bisa dijumpai
peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal akibat gangguan buang air
kecil. Keadaan ini disebabkan berkurangnya tonus kandung kemih dan adanya tumor
yang menyumbat saluran kemih.
4. Penyakit gangguan endokrin (metabolik).
Dalam sistem endokrin , ada
hormon yang diproduksi dalam jumlah besar di saat stress dan berperan penting
dalam reaksi mengatasi stress.
Oleh karena itu, dengan
mundurnya produksi hormon inilah lanjut usia kurang mampu menghadapi stress.
Menurunnya hormon tiroid juga menyebabkan lansia tampak lesu dan kurang
bergairah. Kemunduran fungsi kelenjar endokrin lainnya seperti adanya menopause
pada wanita, sedang pada pria terjadi penurunan sekresi kelenjar testis.
Penyakit metabolik yang banyak dijumpai ialah diabetas melitus dan
osteoporosis.
5. Penyakit pada persendian tulang.
Penyakit pada sendi ini adalah akibat
degenerasi atau kerusakan pada permukaan sendi-sendi tulang yang banyak
dijumpai pada lansia. Lansia sering mengeluhkan linu-linu, pegal, dan
kadang-kadang terasa nyeri. Biasanya yang terkena adalah persendian pada jari-jari,
tulang punggung, sendi-sendi lutut dan panggul. Gangguan metabolisme asam urat
dalam tubuh (gout) menyebabkan nyeri yang sifatnya akut.
Terjadinya osteoporosis menjadi
menyebab tulang-tulang lanjut usia mudah patah. Biasanya patah tulang terjadi
karena lanjut usia tersebut jatuh, akibat kekuatan otot berkurang, koordinasi
anggota badan menurun, mendadak pusing, penglihatan yang kurang baik, dan bisa
karena cahaya kurang terang dan lantai yang licin.
6. Penyakit yang disebabkan proses
keganasan.
Penyebab pasti belum
diketahui, hanya nampak makin tua seseorang makin mudah dihinggapi penyakit
kanker. Pada wanita, kanker banyak dijumpai pada rahim, payudara dan saluran
pencernaan, yang biasanya dimulai pada usia 50 tahun. Kanker pada pria paling
banyak dijumpai pada paru-paru, saluran pencernaan dan kelenjar prostat.
7. Penyakit-penyakit lain.
Penyakit
saraf yang terpenting adalah akibat kerusakan pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan perdarahan otak atau menimbulkan kepikunan (senilis).
B. PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian
Peran dan Hubungan Antar Manusia
a.
Kaji
status perkawinan individu (single, kawin, janda, cerai).
b.
Kaji
respon kehilangan individu seperti suami, istri atau orang penting lainnya
c.
Apakah
individu hidup sendiri atau dengan orang lain
d. Jika
individu tersebut hidup dengan orang lain, siapakah mereka dan apa cara mereka
berhubungan? Apakah masih
mempunyai struktur keluarga?
e. Bagaimana
seseorang menggambarkan hubungan dalam keluarga
f.
Kaji
hubungan klien dengan teman karib.
g.
Kaji
hubungan kerja
h.
Kaji
perasaan klien yang sudah pensiun
i.
Kaji
apakah klien merasa bagian dari masyarakat atau lingkungan
B.
Analisa data (data
fokus)
Data subjektif: pasien akan mengeluhkan badan lemas, tenaga berkurang,
stres, penglihatan berkurang, dll.
Data Objektif: pasien tampak perubahan pada semua sistem tubuh.
C.
Rencana Keperawatan.
1.
Berduka b.d perasaan kehilangan.
Tujuan: mampu
mengekspresikan apa yang diinginkan atau apa yang dirasakan secara terbuka.
Kriteria hasil: mampu
mendiskusikan kehilangan dan berpartisipasi dalam perencanaan dimasa datang.
Intervensi:
a.
Kaji derajat penurunan
tingkat koping pasien.
Rasional: informasi ini
bermanfaat untuk memahami seberapa banyak pasien mampu melakukan sesuatu untuk
mempertahankan tingkat kemandiriannya yang tertinggi dan untuk memberikan
anjuran agar dapat membantu individu dalam mengatasi kehilangan.
b.
Hormati keinginan
pasien untuk tidak berbicara.
Rasional: mungkin tidak siap untuk
menghadapi perasaan berduka.
c.
Bersikap tulus, jangan
memberikan jaminan yang tidak pasti.
Rasional: ketulusan dapat
meningkatkan hubungan saling percaya.
d.
Berikan lingkungan yang
terbuka dimana pasien merasa bebas untuk dapat mendiskusikan perasaan dan
masalah secara realistis.
Rasional: kemampuan
komunikasi terapeutik seperti aktif mendengarkan, diam, selalu bersedia, dan
pemahaman dapat memberikan pasien kesempatan untuk berbicara secara bebas dan
berhadapan dengan perasaan.
e.
Identifikasi tingkat
rasa duka/disfungsi
Rasional: kecermatan akan
memberikan pilihan intervensi yang sesuai pada waktu individu menghadapi rasa
duka dalam berbagai cara yang berbeda.
1)
Penyangkalan: waspada
terhadap tingkah laku menghindar, rasa marah, menarik diri. Izinkan pasien
untuk berbicara mengenai apa yang menjadi pilihannya dan tidak mencoba untuk
memaksa pasien ”menghadapi fakta”.
Rasional: menolak realita
adalah fase penting dimana pasien akan melindungi dirinya dari rasa sakit dan
realita mengenai ancaman kehilangan.
2)
Marah: catat tingkah
laku menarik diri, kurangnya kerja sama, dan ekspresi langsung marah. Pahami
bahasa tubuh dan kaji artinya dengan pasien. Dorong/izinkan verbalisasi rasa
marah dengan menghargai perasaan dan persiapan batas-batas mengenai tingkah
laku yang destruktif.
Rasional: penolakan akan
menimbulkan perasaan marah, gusar, bersalah, benci. Pasien akan menemukan bahwa
sulit untuk menunjukkan rasa marah secara langsung dan mungkin akan merasa
bersalah mengenai rasa marah. Meskipun staf sulit untuk berhadapan dengan
tingkah laku marah, penerimaan akan hal tersebut akan membuat pasien dapat
mengatasi rasa marah dan mengarah pada tingkah laku koping yang lebih efektif.
3)
Tawar menawar:
hati-hati terhadap pernyataan seperti”...jika saya melakukan hal ini, maka akan
menyelesaikan masalah”. Izinkan verbalisasi tanpa konfrontasi mengenai realita.
Rasional: tawar menawar
dengan pemberi perawatan atau Tuhan seringkali terjadi, mungkin berguna untuk
memilai resolusi dan penerimaan. Pasien mungkin dapat mengatasi rasa bersalah
mengenai hal-hal yang dilakukan dan yang tidak dilakukan.
4)
Depresi: berikan pasien
izin dimana dia berada, berikan kenyamanan dan juga perawatan untuk kebutuhan
fisik.
Rasional: jika pasien
tidak lagi dapat menolak realita kehilangan, perasaan tidak berdaya dan putus
asa akan menggantikan rasa marah. Pasien membutuhkan informasi bahwa hal ini
adalah perkembangan perasaan yang normal.
5)
Penerimaan: menghargai
kebutuhan pasien dan harapannya untuk ketenangan, privasi dan berbicara.
Rasional: setelah
melewati penyangkalan, rasa marah dan depresi, pasien seringkali memilih untuk
sendiri dan tidak ingin banyak berbicara pada saat itu. Pasien mungkin masih
memiliki sedikit harapan yang dapat mendukungnya terhadap apapun yang terjadi
saat itu.
f.
Dengarkan dengan aktif
pandangan pasien dan selalu sedia untuk membantu jika diperlukan.
Rasional: proses berduka
tidak berjalan dalam cara yang teratur, tetapi fluktuasinya dengan berbagai
aspek dari berbagai tingkat yang muncul pada suatu kesempatan. Jika prosesnya
bersifat disfungsional atau perpanjangan, intervensi yang lebih agresif mungkin
dibutuhkan untuk mempermudah proses.
g.
Identifikasi dan
solusi pemecahan masalah untuk keberadaan respon fisik seperti makan, tidur dan
aktivitas.
Rasional: mungkin
dibutuhkan tambahan bantuan untuk berhadapan dengan aspek-aspek fisik dari rasa
berduka.
2.
Ansietas b.d konflik
yang tidak disadari
Tujuan: pasien memahami
dan mendiskusikan rasa takut.
Kriteria hasil:
-
Menunjukkan
kewaspadaan akan perasaan ansietas dan cara-cara sehat untuk menghadapinya
-
Menunjukkan pemecahan
masalah dan menggunakan sumber-sumber secara efektif.
Intervensi Keperawatan:
a)
Catat palpitasi,
peningkatan denyut/frekuensi pernafasan.
Rasional: perubahan tanda
vital mungkin menunjukkan ansietas yang dialami pasien.
b)
Pahami rasa
takut/ansietas. Validasi observasi dengan pasien, misalnya ”apakah anda takut?”
Rasional: perasaan adalah
nyata dan membantu pasien untuk terbuka sehingga dapat mendiskusikan dan
menghadapinya.
c)
Kaji tingkat/realita
bahaya bagi pasien dan tingkt ansietas dengan mengamati tingkah laku seperti
tangan yang mencekram, mata yang membesar, alis berkerut, penyerangan
verbal/fisik.
Rasional; respon individu
bervariasi tergantung kultural yang dipelajari. Persepsi yang menyimpang dari
situasi mungkin dapat memperbesar perasaan.
d)
Catat pembatasan fokus
perhatian (mis, konsentrasi pasien terhadap suatu hal pada waktu tertentu).
Rasional; penyempitan
fokus umumnya merefleksikan rasa takut/ kepanikan yang luar biasa.
e)
Observasi isi dan pola
pembicaraan: cepat/lambat, tekanan, kata-kata yang digunakan, tertawa.
Rasional: menyediakan
petunjuk mengenai faktor-faktor seperti tingkat ansietas, kemampuan untuk
memahami kerusakan otak ataupun kemungkinan perbedaan bahasa.
f)
Nyatakan realita dari
situasi seperti apa yang dilihat pasien, tanpa mempertanyakan apa yang
dipercaya.
Rasional; pasien mungkin
perlu menolak realitas sampai siap untuk menghadapinya. Sangat tidak berguna
untuk memaksa pasien menghadapi kenyataan.
g)
Evaluasi mekanisme
koping yang digunakan untuk berhadapan dengan perasaan ataupun ancaman yang
sesungguhnya.
Rasional: penolakan
dan regresi mungkin dapat membantu mekanisme koping.
h)
Ulangi mekanisme
koping yang digunakan pada waktu lampau, misalnya kemampuan memecahkan masalah,
pengenalan/permintaan bantuan.
Rasional: memberi
kesempatan untuk membangun sumber yang dapat digunakan secara baik oleh pasien.
i)
Pertahankan kontak
dengan pasien atau orang terdekat. Selalu sedia untuk mendengarkan dan bicara
jika dibutuhkan.
Rasional: memantapkan
hubungan, meningkatkan ekspresi perasaan dan membantu pasien dan orang terdekat
untuk melihat realita.
j)
Identifikasi cara-cara
dimana pasien mendapat bantuan jika dibutuhkan.
Rasional; memberikan
jaminan bahwa staf bersedia untuk membantu.
k)
Temani atau atur
supaya ada seseorang bersama pasien.
Rasional; dukungan yang
terus menerus membantu pasien memperoleh kembali kontrol lokus internal dan
mengurangi ansietas ke tingkat yang dapat diatasi.
l)
Sediakan informasi
yang akurat sesuai kebutuhan pasien. Menjawab pertanyaan dengan bebas dan jujur
dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional: informasi yang
kompleks atau informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah
yang dapat dibatasi, dan pada waktu kesempatan meningkat dan fakta telah
diberikan, individu akan menerima untuk apa mereka telah siap.
m)
Hindari harapan kosong, misalnya pernyataan
semua akan berjalan lancar. Lebih baik menyediakan informasi yang spesifik
seperti denyut jantung anda teratur, rasa sakit dapat dengan mudah dikontrol
dan itu yang kita inginkan.
Rasional: harapan palsu
akan diinterpretasikan sebagai kurangnya pemahaman atau kejujuran.
n)
Gunakan sentuhan,
sentuhan terapeutik, masase dan terapi lainnya sesuai indikasi.
Rasional: membantu
memenuhi kebutuhan dasar manusia, penurunan rasa terisolasi dan membantu pasien
untuk mengurangi perasaan kuatir. Sentuhan terapeutik adalah metode menggunakan
tangan secara langsung ke arah kekuatan manusia untuk membantu ataupun untuk
menyembuhkan.
3.
Harga diri rendah b.d merasakan
kegagalan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan.
Tujuan; pasien mampu
menunjukkan pandangan yang realistik dan pemahaman diri terhadap situasi.
Kriteria hasil; mampu
menunjukkan adaptasi terhadap perubahan yang dibuktikan dengan mempersiapkan
keberhasilan realistis dan partisipasi aktif dalam hubungan personal.
Intervensi keperawatan:
a)
Tanyakan pasien dengan
nama apa ingin dipanggil.
Rasional: menunjukkan
kesopansantunan/penghargaan dan pengakuan personal.
b)
Identifikasi orang
terdekat dari siapa pasien memperoleh kenyamanan dan siapa yang harus
memberitahukan bila ada keadaan penting.
Rasional: memungkinkan privasi untuk
hubungan personal khusus, untuk mengurangi atau tetap dekat dan menyediakan
kebutuhan dukungan bagi pasien.
c)
Dengarkan dengan aktif
masalah dan ketakutan pasien.
Rasional: perhatian dapat lebih efektif
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah juga strategi koping pasien dan
keefektifannya.
d)
Dorong mengungkapkan
perasaan, menerima apa yang dikatakannya.
Rasional: membantu pasien/orang terdekat
untuk mulai menerima perubahan dan mengurangi ansietas mengenai perubahan
fungsi/gaya hidup.
e)
Berikan lingkungan
yang tidak berbahaya.
Rasional: meningkatkan perasaan aman,
mendorong verbalisasi.
f)
Amati komunikasi non
verbal, misalnya postur tubuh dan gerakan, kontak mata, sikap, sentuhan.
Rasional: bahasa nonverbal adalahbagian
terbesar dari komunikasi. Bagaimana orang menggunakan sentuhan untuk
menyediakan informasi mengenai bagaimana hal itu diterima dan senyaman apakah
individu sewaktu disentuh.
g)
Amati dan gambarkan
tingkah laku dalam ketentuan yang objektif.
Rasional: seluruh tingkah laku memiliki
arti, sebagian jelas, sebagian lagi harus diidentifikasi
h)
Kenali langkah-langkah
adaptasi pasien untuk menentukan situasi saat ini.
Rasional: kegagalan dalam menyediakan
kebutuhan pasien dalam menunjukkan kurangnya pemahaman pribadi sebagai individu
dan mungkin mengakibatkan timbulnya rasa rendah diri.
i)
Kenalkan tugas-tugas
pada tingkat pemahaman pasien, mengembangkannya ke arah aktivitas yang lebih
kompleks yang dapat ditoleransi.
Rasional: menyediakan, menegaskan
kesanggupan dan meningkatkan penghargaan diri.
j)
Bantu pasien atau
orang terdekat dengan menjelaskan hal-hal yang diharapkan dan hal-hal tersebut
mungkin diperlukan untuk dilepaskan atau diubah.
Rasional: memberi kesempatan
mengidentifikasi kesalahan konsep dan mulai melihat pilihan-pilihan,
meningkatkan orientasi realita.
k)
Berikan informasi
mengenai sumber-sumber komunitas.
Rasional; memungkinkan pasien/orang
terdekat untuk berhubungan dengan grup yang diminati dengan cara membantu dan
perlengkapan pendukung, pelayanan dan konseling.
4.
Resiko trauma b.d
kelemahan, disorientasi, ketidakmampuan mengidentifikasi bahaya dalam
lingkungan.
Tujuan: pasien tidak
mengalami trauma.
Kriteria hasil: pasien
mengenali resiko potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-tahap memperbaikinya.
Rencana Tindakan:
a)
Kaji derajat gangguan
kemampuan dan penurunan persepsi visual.
Rasional: mengidentifikasi resiko
potensial di lingkungan dan mempertinggi kesadaran akan bahaya. Penurunan
persepsi visual meningkatkan resiko jatuh.
b)
Hilangkan/minimalkan
sumber bahaya dalam lingkungan.
Rasional: seseorang dengan gangguan
kognitif dan gangguan persepsi merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai
akibat ketidakmampuan terhadap kebutuhan keamanan.
c)
Kaji kemampuan pasien
untuk memenuhi kebutuhannya.
Rasional: pasien yang lemah tidak mampu
beraktivitas mandiri sehingga harus dibantu.
d)
Kaji prilaku pasien.
Rasional: pasien disorientasi terutama
tempat dapat membahayakan pasien.
5.
Perubahan proses pikir
b.d kehilangan memori, konflik psikologis.
Tujuan:mengenali
perubahan dalam berpikir dan tingkah laku.
Kriteria hasil: mampu
memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan, ancaman dan
kebingungan.
Rencana tindakan:
a)
Kaji derajat gangguan
kognitif, seperti perubahan orientasi terhadap orang, tempat, waktu, rentang
perhatian, kemampuan berpikir. Bicarakan dengan orang terdekat mengenai
perubahan tingkah laku.
Rasional: memberikan dasar untuk
evaluasi/perbandingan dan mempengaruhi pilihan dalam intervensi. Evaluasi dari
orientasi secara berulang dapat secara nyata meninggikan respon yang
negatif/tingkat frustasi pasien.
b)
Pertahankan lingkungan
yang tenang dan menyenangkan.
Rasional: keramaian/orang banyak biasanya
merupakan sensori yang berlebihan yang meningkatkan gangguan neuron.
c)
Lakukan pendekatan
secara perlahan dan tenang.
Rasional: pendekatan yang terburu-buru
dapat mengancam pasien bingung yang mengalami kesalahan persepsi atau perasaan
terancam oleh imajinasi orang atau situasi tertentu.
d)
Tatap wajah ketika
berbicara dengan pasien.
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama
pada orang gangguan perseptual.
e)
Panggil pasien dengan
namanya.
Rasional; nama merupakan identitas diri dan
menimbulkan pengenalan terhadap realita dan individu. Pasien mungkin berespon
terhadap namanya sendiri setelah lama tidak mengenal orang terdekat.
f)
Gunakan suara yang
agak rendah dan berbicara perlahan dengan pasien.
Rasional: meningkatkan kemungkinan
pemahaman, ucapan yang tinggi dan suara yang keras menimbulkan stres/marah yang
dapat mencetuskan memori konfrontasi sebelumnya dan menjadi provokasi respon
marah.
g)
Gunakan kata-kata
pendek dan kalimat sederhana, berikan instruksi sederhana (bertahap). Ulangi
instruksi tersebut sesuai dengan kebutuhan.
Rasional: pusat komunikasi dalam otak
mungkin saja terganggu yang menghilangkan kemampuan individu pada proses
penerimaan pesan dan percakapan secara keseluruhan.
h)
Dengarkan dengan penuh
perhatian isi dari bicara pasien. Interpretasikan pernyataan, arti dan kata
tersebut. Jika memungkinkan berikan kata yang benar.
Rasional: mengarahkan
perhatian dan penghargaan individu, membantu pasien dengan alat bantu proses
kata dalam menurunkan frustasi.
i)
Hindari kritikan,
argumentasi dan konfrontasi negatif (stimulasi provokasi).
Rasional; provokasi
menurunkan harga diri dan mungkin diartikan sebagai satu ancaman yang membuat
tingkah laku tidak sesuai.
j)
Hindari pasien dari
aktivitas dan komunikasi yang dipaksakan.
Rasional: keterpaksaan
menurunkan keikutsertaan pasien dan dapat meningkatkan kecurigaan, delusi.
k)
Gunakan hal-hal yang
humoris saat berinteraksi dengan pasien.
Rasional: tertawa dapat
membantu komunikasi dan meningkatkan kestabilan emosi.
l)
Fokuskan pada tingkah
laku yang sesuai. Berikan penguatan yang positif , seperti tepuk punggung atau
tangan pasien, serta beri sentuhan.
Rasional: menguatkan
tingkah laku yang benar/sesuai. Sentuhan secara teratur bertujuan untuk
menggantikan ungkapan verbal.
m)
Berikan kesempatan
untuk rasa saling memiliki dan dimiliki secara personal.
Rasional: kekeluargaan
meningkatkan keamanan dan menurunkan perasaan akan kehilangan.
n)
Ciptakan aktivitas
yang sederhana dan tidak bersifat kompetitif yang didasarkan kepada kemampuan
individu.
Rasional: memotivasi
pasien menguatkan kegunaannya dan kesenangan diri serta merangsang realita.
D.
Implementasi
Melakukan semua rencana
tindakan yang berhubungan dengan kebutuhan pasien yang
berfokus kepada asuhan
keperawatan yang mencakup bio-psiko-sosio-spiritual.
E.
Evaluasi
Proses
penuaan dapat dicegah dan diperlambat apabila kita memiliki gaya hidup yang
baik dan sehat serta konsisten mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari,
yang tentu saja harus dibarengin dengan komitmen dan keinginan untuk hidup
sehat. Bila hal ini tetap dijalankan maka orang yang lanjut usia tetap sehat
secara bio-psiko-sosio-spiritual.
DAFTAR PUSTAKA
- Czeresna. H, dkk. (2000). Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri. Edisi I. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FKUI.
- Darmojo. R, B. (2000). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 2. Jakarta: FKUI.
3.
Doenges, M.E., Marry, F..M
and Alice, C.G., (2000). Rencana Asuhan Keperawatan
: Pedoman Untuk Perencanaan Dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
4.
Ismayadi. (2004). Proses menua. Medan: PSIK FK USU.
5.
Nugroho. (2000). Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC
6.
Tortora,G & Derrickson,B. (2006). Principles Of Anatomy and Physiology.
USA:Willey.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar